Selama 11 tahun beroperasi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus menjalankan fungsinya sebagai lembaga independen yang menjamin simpanan nasabah, di samping ikut serta memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Dalam perjalanannya itu, LPS mampu membuktikan eksistensinya lewat capaian-capaian yang diraih.
Pencapaian yang diraih tahun ini, salah satunya adalah bersama Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan Dewan Perwakilan Rakyat turut merancang Undang-undang (UU) Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). UU tersebut telah disahkan pada April 2016 yang lalu. UU ini merupakan payung hukum bagi LPS untuk melaksanakan resolusi bank gagal.
Menilik kasus Bank Century, LPS harus menyelamatkan satu bank gagal yang ternyata mahal biayanya, baik secara finansial, legal, maupun politis. Sejak itu, banyak pengambil kebijakan yang trauma untuk mengambil tindakan dalam krisis keuangan. Padahal dalam krisis, keputusan kebijakan harus cepat diambil.
“Untuk itu, UU PPKSK menjadi payung hukum yang kuat bagi anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), khususnya LPS,” kata Fauzi Ichsan, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan.
Ia menambahkan, selain memberi payung hukum, UU PPKSK juga menambah opsi metode penanganan bank gagal. Sebelum UU ini ada, LPS hanya punya dua opsi untuk menangani bank non-sistemik yang gagal, yaitu penyuntikan modal segar (atau penyertaan modal sementara) seperti yang LPS lakukan untuk Bank Century atau penutupan.
“UU PPKSK menambah dua opsi lainnya, yaitu purchase and assumption (P&A) dan pembentukan bridge bank. Keduanya sering dilakukan oleh LPS di negara maju seperti Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) di Amerika Serikat dan Deposit Insurance Corporation of Japan,” tambahnya.
Pencapaian kedua pada tahun ini datang dari sisi pelaksanaan fungsi utama LPS. Fauzi memaparkan, sampai bulan September 2016, LPS telah menutup sembilan bank kecil tanpa memicu kepanikan. Bahkan, pada semester kedua tahun 2015, sewaktu pasar finansial Indonesia dan emerging market pada umumnya sempat terpuruk, LPS dan OJK tetap bisa meyakinkan masyarakat bahwa simpanan mereka di bank tetap aman.
Pencapaian ketiga datang dari sisi suku bunga penjaminan LPS yang telah diturunkan dari 7,5% ke 6,25%. “Dengan diturunkannya suku bunga LPS, perbankan bisa menurunkan suku bunga pinjamannya. Implikasinya adalah penurunan suku bunga kredit. Perkembangan ini tentu menolong sektor riil ekonomi,” pungkas pria yang terpilih sebagai Government Marketeers Award 2016 untuk Sektor Lembaga ini.
Artikel selengkapnya bisa dibaca
di Majalah Marketeers edisi Desember 2016- Januari 2017