Ini Cara Ahli Bisnis Kopi Hasilkan Cuan Maksimal

marketeers article

Bisnis kopi sedang digandrungi. Tidak hanya didorong oleh tren ngopi on-the-go yang sedang naik daun dan mendorong demand kopi siap jadi di pasar, nyatanya cuan bisnis kopi termasuk tinggi. Hal ini diperkuat dengan riset yang dilakukan Toffin pada 2019 bahwa konsumsi kopi domestik tumbuh hingga 13,9, melebihi konsumsi dunia yang hanya 8%.

Riset tersebut juga mengatakan bahwa enam dari 10 orang lebih memilih kopi kekinian yang bersifat on-the-go dibandingkan dengan kedai kopi konvensional.

Tidak heran jika hingga Agustus 2019, jumlah kedai kopi di Indonesia tumbuh hingga 2.950 gerai. Angka ini menunjukkan peningkatan sebanyak tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah kedai kopi pada tahun 2016. Sementara itu, market value yang dihasilkan mencapai Rp 4,8 triliun.

Uniknya di Indonesia, kedai kopi yang semakin menjamur tidak berasal dari satu merek pemimpin pasar. Banyak pelaku bisnis yang melirik pasar kopi siap konsumsi di Indonesia, hingga banyak sekali merek-merek yang muncul dan ikut serta dalam persaingan bisnis di sektor ini.

Meski begitu, nyatanya persaingan pasar ini selalu menghasilkan satu atau beberapa pemenang yang berhasil memiliki advokasi tinggi. Apa rahasianya?

Dijelaskan oleh Richard Nugraha, Direktur Utama Republic of Food: Uncle Tetsu dalam BrewFest 2020, pengelolaan usaha kopi sejak awal harus dilakukan dengan tepat. Dari titik di mana investasi mulai digelontorkan, perencanaan metode bisnis, jenis bisnis, pengaturan stok dan inventaris, sampai menu harus diperhitungkan.

“Perhitungan tentu harus diawali dengan pemahaman pasar. Saat mengetahui jenis pasar yang ditargetkan, identifikasi menu yang kira-kira akan laku jadi lebih mudah. Dengan perencanaan yang tepat, saat bisnis berjalan juga akan lebih mudah mengelolanya,” ujar Richard.

Lebih lanjut, Richard mengataka bahwa pemaksimalan bisnis ketika berjalan juga harus tergantung pada pasar. Hal ini dapat diwujudkan dengan memaksimalkan stok dari menu-menu best seller.

“Jangan lupa juga bahwa bisnis kuliner selalu memiliki peak hour dan off peak hour. Pengelola bisnis kopi harus pintar mengatur stok dan invetorisasi bahan baku dan pegawai agar semua menu tersedia saat peak hour dan pegawai tidak kelelahan saat off peak hour yang dapat mengakibatkan kerugian pada bisnis. Pokoknya, sumber daya yang dimiliki pelaku bisnis ini harus tepat guna,” sambung Richard.

Sementara itu, Omar K. Prawiranegara, Co-Founder Dua Coffee mengatakan bahwa kesuksesan advokasi merek sebuah kopi tergantung pada pelayanan. Dimulai dari pemesanan, proses pembuatan, hingga penyediaan kepada konsumen.

“Kopi, ‘kan berbicara tentang rasa dan kenyamanan. Saat dua aspek tersebut dapat dipenuhi oleh kedai kopi, maka konsumen akan balik lagi, membeli lagi, dan akan menjadi loyal,” katanya.

Bagaimana cara memberi kenyamanan tersebut? Omar mengatakan bahwa hal ini dapat disampaikan melalui display kedai kopi, dari penataan meja dan kursi, kursi tunggu untuk pembeli on-the-go, hingga display menu yang jelas dan tidak membuat konsumen kesulitan dalam memilih menu kopi pilihannya. Selain itu, perlu adanya standarisasi barista oleh pelaku bisnis kopi. “Kopi juga bisa jadi alat interaksi. Jadi, begitu penting untuk melatih barista agar dapat berinteraksi dengan konsumen kopi yang datang ke kedai,” tutup Omar.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related