Sutradara asal Prancis Bastian Meiresonne memberikan pendapatnya mengenai industri sinema di Tanah Air. Spesialis film-film Asia ini mengatakan, film Indonesia punya banyak rintangan internal yang membuatnya sulit tembus kancah internasional.
Pertama adalah masalah pada regulasi pemerintah mengenai perfilman. Bastian menyoroti peraturan Daftar Negatif Investasi Asing untuk industri film. Hal ini membatasi produksi, distribusi, dan eksibisi film di Indonesia.
“Pemerintah, maupun pihak swasta, kurang giat dalam mendorong film Indonesia ditayangkan di bioskop negara-negara lain. Film Indonesia itu sangat lokal sekali, sehingga terdengar asing bagi warga dunia,” tutur Bastian kepada Marketeers saat seremoni pembukaan Festival Sinema Prancis 2015 di XXI Plaza Indonesia, Kamis, (3/12/2015).
Kedua adalah adalah masalah kurangnya kesiapan industri sinema Indonesia, khususnya terkait sumber permodalan pelaku perfilman di Indonesia. “Produser film Indonesia selama 30-40 tahun dikuasai oleh orang-orang yang sama. Orangnya itu-itu saja,” terangnya.
Sehingga, hal ini memunculkan masalah Ketiga, yaitu kualitas. Bastian mengaku terkejut dan senang bahwa Indonesia bisa memproduksi 80 film per tahun. Hanya saja, mayoritas dari film tersebut berkualitas buruk.
“Alur ceritanya hanya pengulangan dari film-film sebelumnya yang sukses. Asumsinya, mereka akan sukses jika menawarkan film dengan cerita yang sama. Hanya mengeruk keuntungan saja,” paparnya.
Alasan Keempat, sambung Bastian, juga distribusi film yang dikuasai oleh satu perusahaan yaitu jaringan sinema 21 Group. Dengan tidak meratanya jumlah bioskop, berdampak pada rendahnya jumlah penonton film di Nusantara.
Dengan populasi nyaris 250 juta, Indonesia hanya memiliki 800 hingga 1.000 layar bioskop. Sementara di Prancis, jumlah penduduknya yang sebesar 60 juta jiwa memiliki layar bioskop sebanyak 20 juta. “Meskipun sudah ada CGV Blitz dan Cinemaxx di Indonesia, mereka sangat kecil (jumlah layar bioskopnya),” ungkapnya.
Pria kelahiran Jerman ini juga menaruh simpatik terhadap film-film independen yang menurutnya memiliki kreativitas yang baik dalam menyaluran ide secara lebih bebas, tanpa tekanan bisnis.
“Saya sangat menikmati film independen. Dan saya kagum dengan komunitas film independen Indonesia, baik di Jakarta, Yogyakarta, maupun Makassar. Karya-karya mereka luar biasa,” tutur penulis buku biografi sutradara Jepang Imamura Shohei ini.
Dalam rangkaian Festival Film Prancis yang berlangsung 3-6 Desember 2015 ini, Bastian akan menampilkan karya filmnya bertajuk Garuda Power: The Spirit Within. Film ini mendokumentasikan bagaimana film laga Indonesia berkembang, mulai dari kisah Loetoeng Kasaroeng (The Magic Monkey) dan Si Pitung yang terpengaruh oleh silat Tiongkok dan komik superhero tahun 70-an. Hingga film fenomenal The Raid 1 & 2.
Editor: Sigit Kurniawan