Tidak hanya transfer antarbarang dan sumber daya manusia saja yang akan terjadi setelah bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), melainkan, transfer antarbuah pun bakal terjadi. Setidaknya, hal itu yang menjadi kekhawatiran dari PT Sewu Segar Nusantara, pemasok buah segar nasional dengan merek Sunpride.
Menurut Marketing & Communication Manager Sewu Segar Nusantara Luthfiany Azwawie, MEA yang digadang-gadang bergulir pada 31 Desember mendatang memungkinkan dibukanya keran perdagangan bebas pada produk buah-buahan segar. Namun, Luthfiany bilang, setiap negara boleh memproteksi impor buah dari negara lain. “Misalnya, Indonesia sedang panen raya nanas atau pisang, pemerintah Indonesia bisa memproteksi panen raya itu dengan membatasi impor buah tersebut. World Trade Organization (WTO) pun akan mengerti,” katanya kepada Marketeers di Jakarta, Sabtu, (27/6/2015).
Luthfiany mengatakan untuk bisa bersaing dengan buah impor, pihaknya akan terus meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Bahkan, ia menjelaskan, buah yang ditanam di Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan buah impor. “Waktu yang kami butuhkan untuk mengangkut buah dari lokasi tanam hingga sampai ke konsumen relatif pendek. Sedangkan, buah dari luar negeri, bisa sampai berhari-hari. Artinya, konsumen harus menduga bahwa buah impor yang masuk Indonesia, waktu panennya sudah lama terjadi,” jelasnya.
Namun, tak hanya memasok buah tropis seperti pisang, nanas, jambu, dan pepaya ke lebih dari 3.000 ritel di Indonesia, Sewu Segar rupanya juga berperan sebagai distributor buah impor. Selain menjadi distributor tunggal produk Kiwi Zesprit, Sewu Segar juga mengimpor buah apel dan pir dari Italia atau Selandia Baru. Luthfiany mengatakan, tujuan pihaknya menjadi distributor berbagai buah impor tersebut adalah untuk menawarkan lebih banyak pilihan buah kepada konsumen.
“Kami pada dasarnya menjadi distributor buah-buahan yang tidak ditanam di Indonesia. Namun, khusus apel, walau Indonesia memiliki perkebunan apel di Malang, Jawa Timur. Namun, volume produksinya masih kecil,” ujarnya.
Luthfiany menjelaskan, dari total pendapatan Sewu Segar, kontribusi penjualan buah impor hanya 15%-20%. Sedangkan, 75%-80% disokong dari penjualan buah lokal, khususnya pisang. Sebab, dari 3.500 hektare area perkebunan yang dimiliki Sewu Segar di Lampung, 80% nya ditanami pohon pisang cavendish.
Untuk rencana tahun ini, ketimbang merambah pasar ekspor, perusahaan yang merupakan anak usaha dari Gunung Sewu Group ini bakal fokus melebarkan sayap distribusinya ke seluruh penjuru Tanah Air. Pasalnya, di negeri sendiri, Sewu Segar baru menguasai sembilan titik distribusi, meliputi Medan, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Balikpapan, dan Lampung. Kendati demikian, perusahaan yang berdiri sejak tahun 1995 ini telah menjadi eksportir sejumlah buah tropis ke kawasan Timur Tengah dan Jepang.
“Di Sumatera saja, konsumen cari Sunpride masih susah. Sebab itu, kami lebih fokus melakukan penetrasi di pasar dalam negeri. Apalagi, permintaan buah segar semakin didorong oleh pertumbuhan kelas menengah serta meningginya kesadaran gaya hidup sehat,” ucap Luthfiany.
Rupanya, logistik menjadi tantangan yang dihadapi Sewu Segar Nusantara dalam mendistribusikan produknya ke konsumen. Sebab, saat ini, Sewu Segar masih bergantung pada sarana transportasi darat. Namun, sejalan dengan program pemerintah untuk membangun jalur ketera api double track di Sumatera, serta proyek tol laut, maka pihaknya akan memanfaatkan sarana tersebut untuk mempercepat distribusi buah ke berbagai kota di Indonesia.
“Hingga tahun 2020, kami berharap mampu menggunakan atlernatif transportasi lain, selain transportasi darat. Dengan begitu, buah lebih cepat sampai ke konsumen, dan kualitas serta kesegaran buah akan lebih terjaga,” tuturnya.