PT PGN Tbk, subholding gas PT Pertamina (Persero) berkomitmen terus memenuhi titik-titik wilayah demand dalam menyuplai kebutuhan gas bumi. Oleh karena itu, availability dan accessibility energi menjadi peran penting perusahaan demi mendukung ekosistem gas bumi di Indonesia.
“Kami melihat energi trilemma sejalan dengan prinsip 4A+1S, dalam jangka panjang, PGN melakukannya dengan kata kunci yaitu integrasi dan agregasi. Integrasi atas infrastruktur PGN yang eksisting saat ini akan didekatkan dengan sumber-sumber yang ada di Pertamina yang juga menjadi customer,” kata Rosan Permata Sari, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).
Dengan memanfaatkan kapasitas infrastruktur eksisting, peluang untuk meningkatkan utilisasi gas bumi adalah sekitar 14%. Selanjutnya, jika PGN menggabungkan dengan dengan sumur-sumur baru, kemudian refinery dan petrochemical, maka perusahaan akan bisa meningkatkan utilisasi sekitar 48%.
BACA JUGA: Strategi PGN Perluas Pasar dengan Peningkatan Customer Experience
Oleh karena itu, pergerakan skema dari fragmented menjadi integrated atas infrastruktur menjadi sangat penting demi kepentingan nasional tidak hanya sekadar kepentingan bisnis PGN semata.
“Bagaimana infrastruktur yang sudah terhubung nanti dengan calon-calon pelanggan ataupun eksisting pelanggan kita supaya dapat kita jaga performanya. Ini juga bisa mendorong pertumbuhan customer baru. Diharapkan kemudian di tahun 2030 ke atas akan terjadi keseimbangan antara supply pasokan dan demand,” ujar Rosa.
Dengan pertumbuhannya atas utilisasi gas bumi, maka peran sumber gas bumi itu di dalam ekosistem energi akan makin baik lagi khususnya untuk menjadi energi transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT). Bersama dengan Pertamina sebagai holding, PGN menyiapkan Rencana Umum Penyediaan Gas.
BACA JUGA: Sepanjang 2023, PGN Bukukan Laba Bersih Rp 4,3 Triliun
“Kami sudah melakukan pemetaan atas kondisi neraca gas balance, supply and demand yang ada. Kemudian bagaimana peluang pemanfaatannya untuk infrastruktur eksisting akan berkembang, sehingga akan memenuhi kebutuhan demand-demand di kota-kota, kawasan-kawasan industri, transportasi melalui CNG, transportasi laut, dengan memahami kondisi neraca gas,” ucap Rosa.
Kemudian terkait dengan infrastruktur pipa gas bumi, PGN memerlukan dua jaringan, yaitu Pipa Cirebon–Semarang Tahap 2 dan Pipa Dumai-Sei Mangkei. Jika infrastruktur ini sudah terhubung, maka PGN dapat memiliki fleksibilitas atas beberapa sumber yang hari ini diproyeksikan akan memenuhi kebutuhan gas bumi.
“Contoh misalnya, kalau PGN bisa mendapatkan sumber gas baru dari Mubadala. Artinya PGN bisa membawa gas dari Aceh menuju sebagian Sumatera Tengah. Dari Sumatera Tengah, gas bisa dibawa ke Jawa Bagian Barat. Kemudian jika selanjutnya Pipa Cisem tahap 2 selesai, maka kita akan punya fleksibilitas supply dari Jawa bagian Timur untuk dibawa ke Jawa Bagian Barat,” kata Rosa.
Beralih konteks untuk Indonesia timur, PGN melihat hal ini diperlukan logistic scheming yang lebih baik. Salah satunya dengan shipping untuk bisa bergerak mendukung transisi energi yang lebih sustain keberadaannya.
“Ini tidak mengesampingkan bahwa kita juga punya partner strategic seperti halnya PLN, customer refinery yang kami identifikasi ke dalam rencana penyediaan gas. Kami percaya dengan integrasi dan agregasi, hasilnya akan optimal. Kalau integrasi dengan memanfaatkan infrastruktur eksisting, maka kami bisa melakukan agregasi pada komoditas tersebut, maka harapannya landing price di customer menjadi lebih kompetitif,” tutur Rosa.
Editor: Ranto Rajagukguk