Bagi Bank Indonesia, kehadiran financial technology startup atau fintech startup memberi pengaruh positif bagi perekonomian. Kehadirannya mampu membantu program inklusi keuangan yang dicanangkan oleh Pemerintah. Memang, fintech startup masuk ke ranah baru yang boleh dikatakan belum tersentuh oleh banyak regulasi. Kalau ada pun hitungannya masih sangat baru. Regulator seperti Bank Indonesia (BI) masih meraba-raba seperti apa sebenarnya sepak terjang dari industri finansial berbasis digital tersebut.
Menurut Head of Financial Technology Bank Indonesia Junanto Herdiawan, kehadiran fintech memberikan banyak kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat. Terlebih, saat ini masih banyak masyarakat yang belum memiliki rekening bank, fintech bisa menjadi salah satu alternatif baru.
“Sistem pembayaran itu terus berevolusi. Namun, ada masalah yang harus dilihat oleh semua pihak, yakni proteksi nasabah dan mitigasi risiko. Masyarakat masih mudah terbuai, oleh sebab itu kami di Bank Indonesia harus memastikan bahwa nasabah terlindungi dari sistem keuangan,” ujar Junanto atau yang akrab disapa Iwan pada acara MarkPlus Center for Financial Service di Jakarta, Senin (17/4/2017).
Iwan melanjutkan bahwa yang perlu diatur adalah sistem kelembagaan dan infrastrukturnya. Bank Indonesia pun dalam beberapa tahun terakhir sudah melakukan bergaam kajian untuk terus menyempurnakan regulasi seiring dengan kondisi nyata yang terjadi di masyarakat.
“Inovasi itu amat cepat terjadi. Inovasi itu bagus, jangan dibiarkan mati dulu, terlebih yang mendukung perekonomian. Namun, yang terpenting adalah perlindungan terhadap keamanan nasabah,” tegas Iwan.
Saat ini, Bank Indonesia tengah membuat sebuah sistem yang disebut sebagai regulatory sandbox. Di dalamnya adalah sebuah wilayah aman untuk melihat perkembangan produk dan layanan fintech, sembari Bank Indonesia mengawasi dan melihat kemudian apakah model bisnisnya bisa terus berjalan dan diatur atau model bisnisnya berbahaya dan harus dihentikan. Konsep regulatory sandbox menurut Iwan sudah diterapkan di beberapa negara lainnya.
“Setiap negara itu berbeda-beda dalam melihat fintech. Di Jerman misalnya, fintech di sana dilihat dan diperlakukan sama dengan perbankan, sangat ketat di sana. Sementara di Inggris dan Singapura didorong dan dijaga oleh regulator. Di Amerika Serikat justru lebih netral. Esensinya adalah mereka mencoba memberi ruang untuk berkembang dan menjaga risiko nasabah,” jelasnya.
Satu hal yang pasti, semua negara di seluruh dunia masih dalam tahap meraba-raba terkait dengan teknologi terbaru dalam industri keuangan tersebut. Mereka juga memiliki treatment yang berbeda pula. Karena sistemnya yang cross border dan tidak ada batasan, setiap negara masih dalam tahap mempelajari.
Editor: Eko Adiwaluyo