Kita tidak akan pernah bisa membendung laju inovasi dalam dunia teknologi. Setiap tahun, setiap minggu, bahkan setiap harinya, inovasi dalam dunia teknologi terus bermunculan. Sayangnya, Indonesia yang memiliki berbagai sentimen positif, mulai dari pertumbuhan laju perekonomian, daya beli yang kuat, hingga potensi pasar yang luas belum mampu menjadi pusat kelahiran inovasi. Sebaliknya, Indonesia masih menjadi pasar dari inovasi yang ada, bukannya menjadi pusat lahirnya inovasi.
Yang jelas, inovasi bukan hanya sebatas para produk atau sistem tertentu. Misalnya saja dalam dunia riset. Selama ini, riset kerap dianggap hanya menghabiskan banyak uang dan tak banyak membuahkan hasil. Karenanya, Kementerian Riset Teknologi & Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bertekad mengomersialisasikan temuan riset sebagai produk inovasi.
Namun, Menristekdikti Muhammad Nasir mengatakan, ada hal yang perlu dilakukan pertama kali, yaitu reorganisasi kementeriannya. Selain itu, pihaknya juga mempersiapkan hasil penelitian Indonesia agar dapat bersaing di dunia internasional.
Untuk itu, Natsir terus mendorong agar segala bentuk pencapaian iptek bisa bermanfaat langsung bagi masyarakat dengan berupaya memperkuat inovasi dari sisi kelembagaan melalui pengembangan Program Unggulan IPTEK (PUI). “Inovasi bisa berhasil dengan baik apabila memiliki skill worker atau tenaga kerja berkualitas,” ungkap Nasir, saat membuka WOW Brand 2017: Branding (in) Indonesia beberapa waktu lalu.
Demi memacu hal itu, tenaga kerja Indonesia, mulai dari dosen atau peneliti harus mengajak mahasiswa untuk melakukan riset. Sebagai catatan, pada tahun 2016, Kemenrisetdikti berhasil menelurkan 291 publikasi dalam jurnal nasional terakreditasi, 149 publikasi dalam jurnal internasional, 33 lulusan S3 sesuai fokus riset unggulan, serta menerima 253 undangan menjadi pembicara dan pemakalah pada konferensi internasional.
Semua pencapaian itu memang melebihi target. Akan tetapi, Nasir menilai, hasil riset yang sudah ada harus dikomersialisasikan agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Di sini, dunia pemasaran menjadi penting. Sebaik apa pun riset yang terlahir, tidak akan dikenal dan bermanfaat ketika tidak dipasarkan secara serius. Hal ini pula yang menjadi perhatian dari Nasir.
Dari Makanan hingga Maritim
Selama ini, Kemenrisetdikti mengelompokkan riset ke dalam delapan bidang yang menjadi fokus utama, yakni pangan dan pertanian, energi, transportasi, pertahanan, teknologi informasi dan komunikasi, kesehatan dan obat, material maju, dan maritim.
Dari sekian banyak fokus, dunia maritim pun mendapatkan perhatian khusus dari Kemenrisetdikti. Hal ini tidak terlepas dari program Nawacita Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Di awal pemerintahannya, Presiden Jokowi selalu mengatakan untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia yang dapat dicapai dengan membangkitkan kembali sektor maritim.
Saat ini pemerintah memang fokus dengan dunia maritim, mulai dari pemanfaatan segala potensi sumber daya kelautan hingga membangun transportasi laut dan infrastruktur pelabuhan yang disertai dengan pembangunan industri maritim yang kuat. Dengan semua itu, maka kekuatan ekonomi masyarakat akan terbangun sehingga kemandirian maritim dapat terwujud.
Jangan heran jika Presiden Jokowi sangat ngotot untuk mengembalikan kejayaan maritim. Semua itu tidak terlepas dari fakta bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan. Terdapat belasan ribu pulau yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi Indonesia. Bagaimana pemerataan pembangunan terjadi. Jangan sampai harga cabe di Pulau Jawa dan Papua jauh berbeda.
Salah satu inisiatif yang dimunculkan Presiden Jokowi adalah lahirnya tol laut. Harapannya, kapal yang melaju dari Pulau Jawa untuk mengantarkan produk ke Papua, dapat membawa sesuatu dari Papua ke Pulau Jawa. Sehingga, perekonomian Pulau Jawa dan Papua bisa mendapatkan manfaat.
Kemenrisetdikti pun memiliki peran sangat penting dalam membantu Nawacita Presiden Jokowi ini. Itulah mengapa Kemenrisetdikti menjadikan pembangunan maritim menjadi tema pada acara Hari Kebangkitan Teknologi nasional (Harketnas) ke-22 yang akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan pada 10 Agustus 2017.
“Pembangunan maritim di Indonesia fokus kepada empat hal, yaitu penguatan kedaulatan maritim, pengelolaan Sumber Daya Alam secara mandiri dan berkelanjutan, pengembangan infrastruktur secara mandiri dan terpadu, serta pengembangan Sumber Daya Manusia, iptek dan budaya maritim,” kata Nasir.
Ya, inovasi memang menjadi kunci dalam membangkitkan sektor maritim. “Di bidang maritim kita dorong konvensi bahan bakar bensin atau solar ke gas. Dengan konversi ini mampu menghemat bahan bakar sebesar 30% dengan polusi yang lebih rendah,” jelas Nasir.
Diversifikasi energi memang harga mati. Selain lebih efisien, diversifikasi ke gas bisa mengubah behavior masyarakat agar semakin peduli pada green environment. Karenanya, dibutuhkan kajian khusus untuk memastikan hal ini.
Selain urusan energi, inovasi tentunya bisa melahirkan hal positif lainnya. Misalnya menghadirkan bagaimana kapal bisa berlayar hingga beroperasi secara efisien. Dengan adanya riset terhadap sebuah inovasi, niscaya perwujudan kebangkitan maritim Indonesia bisa terwujud. Dan, sekali lagi, inovasi menjadi kunci.
Kemenrisetdikti misalnya mengambil contoh kelahiran industri garam farmasi di Indonesia. Selama ini, hampir 100% garam farmasi untuk Bahan Baku Obat (BBO) harus diimpor dari negara lain, seperti Jepang. Dan, PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai BUMN tengah mengembangkan industri garam farmasi yang diharapkan dapat memenuhi 30% kebutuhan industri. Perlu diketahui, Kimia Farma telah menyelesaikan pembangunan Pabrik Garam Farmasi Tahap I berkapasitas 2.000 ton/tahun. Perseroan akan memperluas kapasitas produksi hingga 6.000 ton/tahun dengan menambah satu pabrik baru.
Alangkah baiknya jika inovasi seperti ini bukan hanya terjadi pada industri makanan, melainkan juga maritim. Sehingga, inovasi bisa melahirkan kebangkitan dunia maritim yang tentunya akan berdampak pada pemerataan pembangunan.
Pada kesempatan terpisah, A. Prasetyantoko, Rektor Universitas Katolik Atmajaya mengatakan, perekonomian dunia kemungkinan bergeser ke dunia teknologi, yang saat ini dikenal dengan istilah block chain. Berbagai inovasi seperti mobil tanpa sopir, energi terbarukan terus bermunculan di Amerika Serikat.
“Dan, Indonesia harus mengantisipasi hal ini. Ibaratnya jangan sampai kita belajar satu ilmu, tapi ketika mau dipraktikkan, ilmunya sudah berbeda. Jangan sampai negara lain bicara mengenai digital, tapi kita masih bisa infrastruktur fisik. Itulah dinamika yang terjadi di dunia. Saat ini sifatnya masih dalam prototype. Jangan sampai kita telat, karena sudah menjadi massif. Kita harus mengantisipasi,” katanya.
Sebagai negara dengan berbagai potensi, alangkah baiknya jika Indonesia menjadikan inovasi dalam dunia teknologi sebagai konsentrasi. Sebab, laju inovasi dalam dunia teknologi tidak bisa kita bendung. Dan, jangan sampai, Indonesia hanya menjadi pasar dari inovasi yang ada, bukannya menjadi pusat kelahiran inovasi.