Inspirasi Pemasaran di Balik Hype Film Horor Indonesia

marketeers article
Salah satu adegan dalam film Pengabdi Setan 2: Communion. Sumber ilustrasi: IMDB

Dunia hiburan Indonesia kembali diramaikan dengan tontonan film horor, Pengabdi Setan 2: Communion. Film garapan sutradara Joko Anwar ini rilis perdana pada 4 Agustus lalu di jaringan bioskop di Indonesia. Sejak dirilis antusiasme penonton cukup tinggi. Terbukti, dalam lima hari tayang, film ini telah menarik lebih dari tiga juta penonton.

Kalau dihitung per hari perdana rilis, Pengabdi Setan 2: Communion menjadi film horor terlaris pada tayangan perdana mengalahkan film KKN di Desa Penari yang tayang perdana pada 30 April lalu. Meski demikian, film besutan Awi Suryadi ini masih tercatat sebagai film terlaris sepanjang sejarah perfilman Indonesia, berhasil menyedot 9,2 juta penonton hingga pertengahan Juni lalu. Akankah Pengabdi Setan 2: Communion bakal merebut posisi rekor KKN di Desa Penari?

Jawabannya, mungkin saja. Namun, dari kacamata pemasaran, yang menarik untuk ditinjau adalah mengapa film horor Indonesia hampir selalu menjadi hype di dunia hiburan negeri ini?

Proximity

Konten yang bagus adalah konten yang memiliki kedekatan dengan audiensnya. Kedekatan itu bisa kedekatan emosional, historis, cerita, hingga kedekatan geografis. Oleh karena itu, kenapa film horor Indonesia dianggap oleh penonton lebih bikin merinding ketimbang hantu-hantu produksi Hollywood. Pocong, misalnya, akan lebih mengerikan ketimbang zombie atau drakula.

Hal yang sama juga terjadi pada kedekatan latar. Kuburan dan latar cerita di Indonesia lebih menguarkan suasana horor ketimbang kuburan atau latar di luar negeri. Soal peran konten lokal ini paling tidak diperkuat oleh hasil riset Nielsen pada Agustus 2021 dalam laporan Nielsen Streaming Content Rating. Laporan ini menunjukkan di platform Disney+ Hotstar, film horor Ghibah menempati peringkat pertama sebagai film yang paling banyak ditonton. Ghibah mengalahkan film horor Barat The Walking Dead di peringkat dua. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena Ghibah lebih memiliki kedekatan atau dalam ilmu jurnalistik disebut dengan proximity dengan penonton di Indonesia.

Experience

Karena memiliki kedekatan dengan audiens, pengalaman yang disuguhkan juga lebih kuat. Ini tidak hanya berlaku pada genre horor saja, tetapi juga genre lain, termasuk di ranah nonfilm. Terkait tontonan, riset Alvara-Inventure (2021), menemukan 81,4% responden tertarik menonton konten original lokal dan 80% mereka tertarik berlangganan over-the-top (OTT) lokal yang banyak menyediakan konten lokal. Hasanuddin Ali, Founder & CEO Alvara Research Center mengatakan, selain menyuguhkan sisi emosional, konten-konten lokal disukai karena mengusung kemiripan pengalaman dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Tak heran bila serial Layangan Putus sangat diminati dan viral. Pengalaman dalam cerita film sangat dekat dengan pengalaman nyata penontonnya. “Penonton bisa bilang ini gue banget,” kata Hasanuddin.

Tak berhenti di sini, pengelola hiburan juga kreatif dalam menambah pengalaman. Salah satunya dengan menciptakan wahana agar penonton bisa merasakan langsung suasana mencekam. Misalnya, Wahana Pengabdi Setan 2 dibangun di Mall of Indonesia, Jakarta. Dulu, wahana KKN di Desa Penari dibangun di Mal FX Sudirman, Jakarta. Di bioskopnya juga demikian, dipasang replika pocong atau orang berkostum pocong yang masuk ke bioskop.

Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menambah kualitas pengalaman. Salah satunya teknologi IMAX (Image Maximum). Studio yang mengusung teknologi ini mampu memberi pengalaman lebih mengesankan bagi penonton dengan lebih detail, baik gambar, audio, hingga dimensi layar. Joko Anwar mengaku film Pengabdi Setan 2 juga hadir di studio IMAX tersebut.

Testimony

Yang biasanya menarik dari film-film horor Indonesia belakangan ini adalah testimoni yang menyertainya. Tak hanya testimoni tentang filmnya, tetapi testimoni dan cerita di balik layar. Testimoni ini datang dari kru atau pemain saat mereka sedang syuting. Misalnya, sebagian kru atau pemain mengaku mendapatkan pengalaman mistis saat syuting, mendapat penampakan, hingga kesurupan. Entah benar atau tidak, testimoni atau bumbu cerita seperti ini mampu membangkitkan rasa ingin tahu (curiosity), memunculkan perbincangan viral, dan tentunya menambah sensasi.

Setidaknya, dari film horor tersebut, elemen kedekatan, pengalaman, sekaligus testimoni menjadi elemen penting bagi merek saat memproduksi sebuah konten pemasaran. Tentu saja, kualitas tetap harus dikedepankan, baik dalam konten, konteks, maupun infrastruktur pendukungnya.

 

Related