Media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia saat ini. Ada banyak alasan mengapa media sosial begitu diminati, dari kecepatan memberikan informasi dari seluruh dunia, hingga kemampuan menyambungkan orang-orang dari seluruh dunia.
Instagram menjadi salah satu media sosial yang sedang naik daun. Platform yang mengusung fitur berbagi foto, stories berdurasi singkat, siaran langsung, dan pesan ini digandrungi karena fungsinya yang satu untuk semua. Kini, dengan semakin berkembangnya ekosistem sosial maya di Instagram muncul istilah influencer, untuk mereka yang memiliki konten terkenal dan followers melimpah.
Influencer di Instagram kini bak selebritis. Dengan konten mereka yang menarik dan jumlah engagement yang tidak main-main, para influencer ini tidak jarang ditawari kerjasama untuk mempromosikan suatu produk. Salah satunya adalah produk fast fashion, lini produk fesyen yang menjungjung tinggi cepatnya pergantian tren bergaya.
Tren fast fashion yang dipopulerkan lewat Instagram memiliki peran dalam isu ini. Industri fast fashion yang menggunakan influencer sebagai ambassador membuat tren ini sangat cepat tersebar di kalangan masyarakat pengguna instagram.
“Untuk saya, ini semua karena Instagram dan influencer. Industri fast fashion menargetkan audiens di mana influencer memiliki pengaruh besar. Mengiklankan produk di Instagram merupakan kunci untuk menjual produk-produk mereka dan influencer merupakan alat terbaik,” ujar Rupert Esdaille, ahli sosial media kepada Huffington Post.
Hal ini dibuktikan oleh Fashion Nova, sebuah merek fesyen terpopuler di Instagram. Merek ini bergerak di industri fast fashion dengan produk menarik dan murah. Awalnya, Fashion Nova merupakan toko pakaian biasa yang memiliki toko di LA pada tahun 2016. Kini, mereka memiliki 14 juta pengikut di Instagram. Belum lagi predikat “Most Googled Brand on The Planet” yang diberikan kepada Fashion Nova pada tahun 2o18, menjadikan merek ini sebagai perusahaan fast fashion terbesar di dunia.
“Kami membuat 600-900 pakaian setiap minggunya. Tidak ada perusahaan lain yang membuat pakaian begitu banyak selain kami. Dan tidak ada perusahaan lain yang bisa meemperbarui unggahan di akun media sosialnya setiap 30 menit,” ujar Richard Saghian, CEO Fashion Nova.
Dilihat dari data di atas, diketahui bahwa fast fashion bisa menjadi sampah seiring dengan cepatnya tren berganti. Hal ini tentu bisa menimbulkan kerusakan lingkungkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh McKinsey yang berjudul “The State of Fashion 2018”, industri fesyen menjadi penyebab meningkatnya kandungan karbon di atmosfir bumi sebanyak 25 persen pada tahun 2050. Hal ini dikarenakan produksi pakaian yang cepat dan bersifat tidak bisa didaur ulang.
Penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah Inggris Raya dalam Program Aksi Sumber Daya Sampah mengatakan bahwa tren sampah yang diakibatkan oleh fast fashion ini bisa diatasi dengan kesadaran diri yang sederhana. Misalnya, dengan menjaga pemakaian pakaian secara lebih lama hingga sembilan bulan dari pembelian. Dengan demikian, manusia bisa mengurangi jejak karbon, polusi air, dan sampah sebanyak 20-30 persen per-pakaiannya.
Ditambahkan oleh Renee Elizabeth Peters, aktivis lingkungan dan influencer Instagram yang berbasis di New York mengatakan bahwa influencer memiliki hak istimewa untuk membuka pikiran orang mengenai lingkungan. Menurutnya, influencer bisa memilih untuk bersikap lebih bijaksana dalam bekerja sama terhadap produk-produk tertentu.
“Kita secara sederhana tidak bisa mengonsumsi sesuatu seperti zaman dulu, artinya kita tidak bisa mempromosika belanja. Jadilah revolusioner atau menjadi seseorang yang dicontoh oleh orang lain secara otentik,” tutup Peters.
Editor: Eko Adiwaluyo