Colliers Indonesia, konsultan properti menyebut para pengembang di Indonesia masih enggan membangun gedung perkantoran berkonsep bangunan hijau atau green building. Hal ini lantaran besarnya investasi yang harus ditanamkan dan minimnya jumlah permintaan.
Ricky Tarore, Senior Property Consultant Colliers Indonesia menjelaskan minimnya peminat green building di perkantoran diperburuk dengan tidak adanya kebijakan yang memaksa perusahaan-perusahaan menggunakan perkantoran hijau. Berbeda dengan negara lain, seperti di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang mulai masif menerapkan konsep itu.
“Di Indonesia kami belum melihat ini sebagai tren yang akan diharuskan atau menjadi permintaan standar di tenant karena itu ada investment cost yang cukup besar,” kata Ricky dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
BACA JUGA: Strategi Astra Daihatsu Motor Buat Konsumen Setia Pakai Xenia
Sejauh ini, para penyewa gedung perkantoran di Tanah Air masih melihat biaya sewa sebagai variabel utama dalam mencari kantor. Kendati demikian, perusahaan yang telah menggunakan green building akan mendapatkan nilai tawar yang lebih tinggi.
Ricky bilang walaupun green building masih belum begitu banyak diminati di Indonesia, para pengembang memberikan alternatif lain yaitu mengubah gedung perkantoran yang sudah ada dengan desain kantor hijau. Nantinya, untuk desain dikerjakan sesuai dengan permintaan pelanggan.
“Itu sudah mulai dilakukan pada gedung-gedung yang telah ada, dari yang sebelumnya belum green building kemudian diubah menjadi green building. Pada prinsipnya ini belum menjadi kebutuhan massal, tapi baik untuk dimiliki perusahaan,” ucapnya.
BACA JUGA: Mengulik Formula Daya Tarik Konten asal Korea Selatan
Di sisi lain, Ricky menyebut industri penyewaan gedung pada tahun 2023 masih mengalami berbagai tantangan. Salah satunya, budaya bekerja secara hybrid yang akan terjadi secara permanen.
Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat hunian gedung perkantoran. Diperkirakan tingkat hunian kembali menurun pada 2023 akibat tingginya jumlah pasok baru.
“Banyak perusahaan yang menahan untuk melakukan relokasi dan ekspansi sembari menunggu stabilnya kondisi ekonomi. Tingkat hunian diharapkan akan mulai membaik mulai dari tahun 2024, saat itu pasok baru juga terbatas,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk