Apakah Anda ingin mendengar seperti apa warna musik Indonesia pada tahun 1920? Era teknologi memang memudahkan kita untuk mendengar musik manapun dengan bermodalkan sentuhan jari di layar smartphone. Sayangnya, jari-jari kita sejauh ini tak ada yang bisa menjangkau musik-musik Indonesia seabad silam.
Sebab, pendataan dan pengarsipan musik di Indonesia dari masa ke masa tak terurus dengan baik. Alhasil, banyak karya musik anak bangsa yang hanya terngiang di dalam ingatan. Bahkan, hilang dengan sendirinya oleh penyakit lupa.
Beruntung ada sekelompok komunitas yang mengatasnamakan Irama Nusantara yang begitu agresif melakukan pengarsipan musik-musik Indonesia dari era 1920-an hingga 1980-an. Untuk memperoleh lebih banyak arsip musik-musik lawas di Tanah Air, Yayasan Irama Nusantara menggandeng Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk membantu mendigitalisasikan arsip musik populer di Indonesia.
Di dukung oleh berbagai musisi, penyanyi, serta stasiun-stasiun radio dalam negeri, kerja sama ini akan mempermudah masyarakat mengakses koleksi rilisan rekaman era 1920-an hingga 1980-an melalui situs iramanusantara.org.
Tak hanya musik saja yang diperdendangkan, masyarakat juga bisa menikmati karya visual dalam bentuk salinan digital sampul album yang dirilis saat itu.
Triawan Munaf, Ketua Bekraf mengatakan bahwa musik adalah salah satu subsektor yang digarap Bekraf untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif Indonesia.
“Industri musik kita tidak hanya berkutat di dalam negeri tetapi jelas telah merambah kawasan ASEAN dan internasional. Ini potensi kekuatan ekonomi kreatif yang harus kita fasilitasi bersama-sama,” kata Triawan yang secara resmi meluncurkan situs iramanusantara.org di Rolling Stone Café, Jakarta (1/6/2016).
Saat ini, situs iramanusantara.org telah memiliki pengarsipan dalam bentuk digital untuk sedikitnya 1.000 rilisan fisik musik Indonesia di era tahun 1950-an hingga 1980-an.
Melalui peluncuran program dokumentasi musik Indonesia ini, lanjut Triawan, Bekraf dan Irama Nusantara diharapkan dapat menambah arsip musik sejumlah 1.500 rilisan dari era tahun 1920-an hingga 1950-an. “Kami optimistis ingin menyediakan 100 rilisan digital setiap bulannya,” tegasnya.
Tantangan Digitalisasi Piringan Hitam
Rilisan digital yang dikumpulkan Yayasan Irama Nusantara berasal dari data piringan hitam musik Indonesia yang mendominasi format rekaman saat itu. Akan tetapi, minimnya ketersediaan piringan hitam dengan kondisi layak menjadi tantangan tersendiri selama proses alih bentuk musik dari fisik menuju digital.
Maka itu, menemukan piringan hitam dalam kondisi baik menjadi sebuah keberuntungan. Sebab, proses alih bentuk menjadi lebih mudah dan murah. Alasan itulah yang membuat upaya dokumentasi musik era tahun 1950-an ke bawah menjadi mendesak untuk dilakukan dibandingkan dengan upaya pengarsipan musik era selanjutnya.
“Plat-plat dari era tersebut untuk menemukannya saja susah, apalagi dalam kondisi yang baik. Bahannya juga bukan vinil, mudah sekali pecah. Ditambah keadaan cuaca Indonesia serta metode penyimpanan yang sederhana, situasi ini tidak memungkinkan piringan hitam berumur panjang,” jelas David Tarigan, Founder Irama Nusantara.
Mulai tahun ini, bersama Bekraf, Irama Nusantara tengah menjajaki progam Gerakan 78 yang merupakan upaya pengarsipan dan pendataan materi piringan hitam shellac (78 RPM) yang banyak ditemui di berbagai stasiun siaran radio, diantaranya Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) di seluruh Indonesia.
Arsip fisik ini merupakan rekaman musik populer Indonesia paling tua yang berasal dari era tahun 1920-an hingga 1950-an.
“Di sinilah urgensi untuk melakukan upaya pengarsipan dan pelestariannya yang lebih tinggi dibandingkan koleksi musik terkini. Selain itu, kami melihat bahwa era tersebut dapat disebut sebagai titik awal industri musik populer di Indonesia,” ujar David.
Saat ini, Irama Nusantara bersama Bekraf tengah melakukan pendataan ke seluruh Radio Republik Indonesia (RRI). Yang dilakukannya adalah dengan mensurvei materi rekaman musik Tanah Air.
Dian Onno, inisiator dan juga Wakil Ketua Yayasan Irama Nusantara mengatakan, RRI adalah radio pemerintah tertua yang disinyalir banyak memiliki rekaman dan materi mengenai musik Indonesia yang sangat berguna untuk upaya pengarsipan.
“Kami belum tahu berapa total pasti arsip musik yang ada di RRI. Kemungkinan, bisa mencapai 8.000-an musik. Itu baru satu sumber. Bayangkan betapa banyak musik Indonesia yang pernah lahir,” terang Dian.
Dian berpendapat, lagu-lagu itu bukanlah lagu lawas, melainkan lebih tepat disebut sebagai ‘lagu baru dari masa lalu’.
“Bagi generasi muda, lagu itu akan terdengar sebagai lagu baru. Mereka selama ini tidak punya akses untuk mendengarnya saja,” pungkas Dian yang juga Chief Operation Marketeers ini.
Dengan dukungan Bekraf, diharapkan akan semakin banyak pihak yang turut serta dalam pengarsipan dan pelestarian musik Indonesia bersama Irama Nusantara, serta semakin banyak generasi muda yang mengenal musik populer Indonesia dari masa ke masa.
Editor: Sigit Kurniawan