Beberapa waktu terakhir, istilah girl math tengah viral di media sosial, khususnya TikTok. Istilah girl math sendiri mengacu pada pola perilaku belanja pada perempuan.
Dikutip dari laman Today, girl math merupakan perilaku perempuan yang membenarkan proses pembelian dan kebiasaan belanja mereka.
Seseorang yang menerapkan prinsip ini memiliki anggapan bahwa uang tunai bukanlah uang sungguhan. Tak hanya itu, pembelanjaan produk saat diskon adalah bentuk tabungan dan belanja kosmetik adalah investasi diri di masa depan.
BACA JUGA Hati-Hati! TikTok Shop Jadi Ancaman bagi Marketplace Indonesia
“Jika saya membayar sesuatu secara tunai, rasanya saya mendapatkannya gratis,” jelas salah satu TikToker, dikutip dari laman Today, Selasa (5/9/2023).
Ramainya istilah ini pun menuai banyak komentar dari warganet. Tak sedikit pula yang membagikan versi dirinya sendiri dalam berbelanja.
Terlepas dari kebiasaan belanja yang sembrono ini, ada hal lain yang ingin dipromosikan oleh ramainya tren girl math, yakni untuk mengubah stereotipe bahwa perempuan tidak pandai matematika dan karena itu tidak pandai dalam hal uang.
Lindsey Stanberry selaku mantan editor eksekutif di Fortune dan penulis buletin The Purse menyampaikan pada Today, ia kerap menikmati adanya tren girl math,
“Menurut saya tren ini dimulai dengan hal yang menyenangkan, pasalnya para perempuan melakukannya dengan sangat lucu dan tidak masuk akal,” ujarnya.
BACA JUGA Tren Belanja Elektronik di E-commerce, Segini Rata-rata Pengeluarannya
Melihat viralnya tren ini, ia pun dapat menyimpulkan, girl math hanya sebuah bentuk sindiran untuk mengubah stereotipe bahwa perempuan bisa mengelola uang dengan baik.
Stanberry menambahkan, dia juga mengikuti beberapa elemen girl math seperti membeli kopi dengan kartu Starbucks yang terisi gratis, penggantian biaya asuransi untuk biaya pengobatan, dan uang kembali dari kartu kredit juga merupakan “uang yang ditemukan”.
Pada akhirnya, Stanberry mengatakan, meskipun tren ini terkesan “membodohi” kebiasaan belanja perempuan. Namun, ia menghargai melihat bagaimana perempuan merasa nyaman berbicara tentang keuangan mereka, melalui tren tersebut.
“Anda bisa berargumentasi bahwa ini bukan matematika yang buruk. Karena, dari sini juga terlihat bahwa para perempuan ini sangat bijaksana dalam membelanjakan uangnya,” kata Stanberry.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz