Istilah humble brag atau humble bragging belakangan ini menjadi perbincangan dan viral di media sosial, khususnya TikTok. Namun, apa itu humble brag?
Humble brag merujuk pada sikap pamer terselubung. Biasanya pelaku terlihat bersikap merendahkan diri untuk mendapat pujian dari orang lain.
Sederhananya, humble brag itu sikap merendah untuk meroket. Pasalnya, pelaku akan menceritakan dirinya sebagai sosok yang bersikap rendah hati dengan intensi mendapat perhatian dari orang lain.
Fenomena ini telah makin marak terjadi di era media sosial, yang mana orang-orang sering kali menunjukkan capaian yang diraih dengan merendahkan diri.
BACA JUGA Belajar dari Remaja Viral yang Idap Bronkitis, Ini Cara Berhenti Merokok
Seorang pelaku humble brag biasanya akan mencoba menyembunyikan kebanggaan atau kesombongannya di balik pernyataan yang tampaknya merendah atau bahkan terkesan mengeluh. Adapun contoh beberapa kalimat humble bragging, seperti:
“Akhirnya sampai juga di Jakarta. Cape banget abis liburan 1 bulan di London”
“Pusing banget, padahal enggak ada kepikiran konten iklannya bakal viral, tapi malah sekarang udah 20 juta viewers”
“Duh, bosen banget ngeliat muka sendiri sering nongol di TV!”
Studi yang diterbitkan oleh Journal of Personality and Social Psychology mengatakan mereka yang melakukan tindakan humble bragging bertujuan untuk membuat orang lain terkesan.
Dengan dibalut pernyataan yang rendah hati, sikap ini juga dilakukan agar presentasi atau gambar tentang dirinya meningkat, sehingga dapat dipandang sebagai pribadi yang lebih positif.
BACA JUGA Viral Konten Kreator Makan Bulu Babi, Ini Manfaatnya untuk Kesehatan
Alih-alih mendapatkan simpati, perilaku humble brag malah dibenci banyak orang. Sebaiknya bersikap sewajarnya dan jujur.
Tak perlu menunjukkan suatu pencapaian secara berlebihan, terlebih jika dibalut dengan kalimat yang seakan-akan menunjukkan sikap rendah hati. Singkatnya, humble brag tampak seperti cara untuk mendapatkan pengakuan atau pujian di media sosial.
Namun, sebenarnya hal ini justru merusak reputasi dan hubungan dengan orang lain. Sebagai gantinya, cobalah untuk berbagi dengan cara yang jujur dan autentik, sehingga dapat membangun hubungan yang lebih positif.
Editor: Ranto Rajagukguk
