Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga BI-Rate sebesar 6% dalam rapat dewan gubernur (RDG) pada 19 hingga 20 Maret 2024. Hal itu juga berlaku dengan deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Perry Warjiyo, Gubernur BI menjelaskan keputusan ini tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.
BACA JUGA: Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga, Jaga Stabilitas Pertumbuhan
“Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga,” kata Perry melalui keterangannya, Kamis (21/3/2024).
Menurutnya, keputusan tersebut diambil berdasarkan proyeksi pemulihan ekonomi global berlanjut, di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai 3,0%.
BACA JUGA: Bank Indonesia Dorong Penggunaan Local Currency Transaction di Beijing
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta. Sementara itu, prospek ekonomi Cina tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal.
Harga komoditas meningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya.
“Suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan baru menurun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tecermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar,” ujarnya.
Di sisi lain, dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Perkembangan ini didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi.
Investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah. Konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
Tetap baiknya permintaan domestik tecermin pada sejumlah indikator, seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan riil, dan PMI manufaktur yang berada di zona optimistis. Sementara itu, ekspor barang diprakirakan belum kuat seiring penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya untuk komoditas crude palm oil (CPO), besi baja, dan batu bara, sedangkan ekspor jasa khususnya pariwisata tumbuh kuat.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%.
“BI akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik,” tutur Perry.
Editor: Ranto Rajagukguk