27 April 2019 menjadi momen berharga bagi PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM) yang mengelola jaringan hotel Dafam. Perusahaan yang baru berusia delapan tahun ini melakukan pencatatan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setidaknya, ada 400 juta saham atau 25% dari modal yang disetor.
Saham Dafam pada awal perdagangan melejit hingga 80 poin ke level Rp 195 dari harga penawaran awal Rp 115. Pada perdagangan hari ini, saham Dafam berada di level Rp 805 per lembar.
Presiden Direktur DFAM Billy Dahlan mengatakan, uang hasil IPO akan digunakan perusahaan untuk tujuan ekspansi. Salah satunya dengan memperbesar cakupan hotelnya di Indonesia. Pasalnya, divisi hotel masih menjadi pundi pendapatan yang besar bagi induk usaha. Catatan perusahaan menyebut, divisi pendapatan berulang menyumbang 70% dari total pendapatan selama ini.
Saat ini, di bawah Dafam Hotel Management sebagai operator, perusahaan telah mengoperasikan 24 hotel di 17 kota dengan total kamar lebih dari 2.400 unit. Hotel-hotel Dafam bervariasi mulai dari bintang dua hingga bintang empat, serta resor dan vila. Dari jumlah itu, ada enam hotel yang dimiliki perusahaan, atau setidaknya menjadi pemegang saham mayoritas sedikitnya 51%.
Billy mengatakan, secara organik, perusahaan akan tetap menambah jumlah hotelnya saat ini. Pengusaha usia 33 tahun itu berencana menambah hingga 30 hotel dalam lima tahun ke depan. Menurutnya, jumlah itu masih wajar untuk direalisasikan.
“Kami sadar, kami pemain baru properti di tanah air. Jadi, sulit memang mengejar ketertinggalan dari pemain besar seperti Ciputra atau Sinarmas Land yang memiliki land bank ribuan hektare,” papar dia.
Oleh sebab itu, proyek properti DFAM akan fokus pada hotel dan sejumlah proyek landed house. Pihaknya bahkan ingin mengklaim sebagai pemain hotel terbesar di Indonesia yang dilihat dari jumlah hotel yang dimiliki, bukan sebatas yang dikelola.
Billy bilang, rata-rata perusahaan terbuka Indonesia di bidang properti hanya memiliki lima hingga enam hotel. Mereka lebih senang mengoperasikan hotel milik orang lain. Kata Billy, jika DFAM memiliki 15 hotel dengan saham mayoritas 51%, pihaknya telah dapat mememuhi klaim tersebut.
“Di pasar modal, penting bagi perusahaan untuk memiliki klaim atas suatu hal. Dan, kami telah merancang positioning kami sebagai the largest hotel owned company di Indonesia,” papar mantan Ketua HIPMI Jawa Tengah ini.
Billy berharap, pada semester satu tahun depan, perusahaan bisa mengumpulkan dana (raising fund) sebesar Rp 500 miliar yang akan dialokasikan untuk keperluan ekspansi tersebut. Untuk mempercepat penambahan jumlah hotel yang dimiliki, perusahaan lebih senang membeli properti lama yang sudah ada, lalu mengalami rebranding sesuai dengan portofolio hotel yang dimiliki Dafam. L
Pada tahun 2019, DFAM menargetkan pendapatan menyentuh Rp 200 miliar. Angka tersebut naik dari target tahun ini yang sebesar Rp 120 miliar. Per September 2018, DFAM telah mencetak pendapatan sebesar Rp 90 miliar.
Editor: Sigit Kurniawan