HaloBCA memang telah meraih predikat sebagai contact center terbaik di dunia. Hal itu dibuktikan dengan raihan penghargaan di kompetisi berskala nasional maupun internasional. Dalam rangka memperingati satu dekade HaloBCA, sebagai contact center yang bertransformasi dari call center dan kini menjadi Center of Digital BCA, HaloBCA menuangkan success story dalam sebuah buku berjudul Journey to Find Happiness in HaloBCA.
“Jejak langkah perjalanan HaloBCA selama satu dekade dalam memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah setia BCA terekam dalam buku ini. Delivering happiness menjadi fokus HaloBCA dalam mewarnai perjalanan satu dekade sehingga mampu bertransformasi dari call center, contact center, solution center, engage center, relationship center dan kini mejadi Center of Digital BCA,” kata Wakil Presiden Direktur BCA Armand Wahyudi Hartono.
Buku ini juga berisi kumpulan proses coaching Armand Wahyudi Hartono selaku Wakil Presiden Direktur BCA dan secara detail menceritakan di balik layar HaloBCA, sekaligus awal mula seorang Wani Sabu memimpin HaloBCA dan kisah-kisah selanjutnya di balik perjalanan transformasi HaloBCA. “Bukan buku biografi tentang satu individu, namun buku ini mewakili jejak langkah yang telah dilalui oleh segenap tim dan manajemen HaloBCA sendiri,” kata Executive Vice President Center of Digital BCA Wani Sabu.
Buku ini hadir dengan kisah yang menarik karena menceritakan betapa sulitnya BCA membangun HaloBCA hingga bisa seperti sekarang ini. Kisah ini bercerita ketika Wani Sabu yang awalnya berlatar belakang sebagai auditor dipindah tugaskan ke HaloBCA. Padahal, sekitar 10 tahun lalu, divisi contact center BCA bisa dikatakan sebagai divisi buangan. “Saya sangat kecewa ketika Pak Armand minta saya pindah ke HaloBCA. Memang salah saya apa?,” kenang Wani, dalam peluncuran bukunya.
Pada awal masa kepemimpinannya, Wani pun melihat bahwa karyawan di HaloBCA terbagi menjadi tiga. Pertama, kelompok pemain. Mereka adalah orang-orang yang proaktif, ingin maju, kompak, memiliki inisiatif membesarkan organisasi, memiliki self belonging terhadap perusahaan dia bekerja.
Kelompok kedua adalah penonton. Ini adalah karyawan yang secara fisik ada dalam organisasi, namun lain halnya dengan pikiran mereka. Mereka cenderung pasif, miskin inisiatif, serta datang dan pulang untuk memenuhi aturan yang ada.
Ketiga, adalah vampir. Ini adalah karyawan yang bertindak secara berkelompok atau individual. Di sini, mereka menyedot semangat kelompok pemain dan penonton. Caranya dengan selalu mengeluh, merusak tata kerja, bikin rusuh, membuat kesal teman lainnya.
Wani bersama Armand pun belajar dari kisah orang Indonesia ketika berada di Singapura. Jika biasanya orang Indonesia malas antre, ketika di Singapura, mau tidak mau mereka akan menerapkan budaya itu. “Saya tempatkan satu vampir di tengah para pemain,” kata Wani dalam bukunya. Dengan menaruh pada lingkungan yang baik, BCA bisa mengubah perilaku dari para vampir itu.
Yang jelas, BCA berhasil mengubah wajah HaloBCA. Jika pada tahun 2007, Halo BCA hanya memiliki 120 karyawan, divisi itu berhasil mempekerjakan 1.600 orang team member pada tahun 2017. Service level juga meningkat dari 20-50% menjadi 95-100%. Jika pada tahun 2007 HaloBCA hanya berada di peringkat 20 di Indonesia, kini, mereka menjadi contact center terbaik di dunia. “Dan, karyawan dengan bangga menyebutkan bahwa mereka bekerja di HaloBCA. Tidak seperti dulu,” kata Wani.