Bukan cerita baru, nama Jawa Barat telah dikenal luas jauh sejak masa penjajahan Belanda. Masyarakat Eropa lama mengenal kopi ini dengan istilah “a cup of java” atau Java Preanger yang memiliki karakteristik medium namun kaya akan cita rasa. Tak diragukan lagi, kopi Jawa telah mendunia dan dikenal memiliki cita rasa terbaik dunia.
Meneruskan inisiatif Gubernur sebelumnya, kini, di bawah pimpinan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, potensi kopi Jawa Barat kembali dijamah agresif. Dengan pintu terbuka, para investor diundang masuk menanamkan investasi di sektor potensial ini.
Sempat mengalami pasang surut sejak masa penjajahan Belanda, keberadaan kopi Jawa Barat kini kembali hidup seiring dengan permintaan kopi yang terus meningkat, baik dari dalam maupun luar negeri. Budidaya kopi asli tanah Sunda ini terus dilestarikan, bahkan pemasarannya kian diperbesar.
Menilik data Pemprov Jawa Barat mengenai tren ‘Perkembangan Luas dan Produksi Perkebunan Kopi di kawasan Jawa Barat (2013-2017)’, luas perkebunan kopi Arabika di Jawa Barat pada 2017 mencapai 19.443 Ha dengan produksi 10.436 ton. Sementara luas perkebunan kopi Robusta Jawa Barat mencapai 14.446 Ha dengan produksi 7.248 ton pada tahun 2017.
Sementara, jika melihat konsumsi kopi di pasar global, jenis kopi Robusta cenderung mendominasi dengan harga yang lebih stabil, meski sejak 2016 menunjukkan peningkatan. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merilis, hal ini disebabkan meningkatkan kekhawatiran akan ketersediaan Robusta di pasaran. Mengingat besarnya potensi perkebunan kopi Robusta yang ada di Jawa Barat dengan perbandingan jumlah produksi yang terhitung masih minim menjadi peluang besar bagi para investor yang ingin berinvestasi.
Dukungan bagi para investor datang dari Pemprov Jawa Barat yang tertuang dalam rencana dan potensi investasi di Jawa Barat senilai Rp268 triliun dalam lima tahun ke depan, di mana salah satu komoditas yang ditawarkan adalah pertanian Jawa Barat, terutama Kopi Java Preanger.
“Dengan kontribusi sebesar 31% terhadap investasi nasional, Jawa Barat hingga saat ini masih menjadi provinsi yang paling diminati investor, baik dari dalam maupun luar negeri,” kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) kepada Marketeers.
Berbagai peluang kerjasama terbuka lebar, antara lain kerjasama Jawa Barat dengan investor-investor asal Rusia. Pertemuan Emil dengan sister province Jawa Barat, Souss Massa Region, Maroko menghasilkan kesepakatan yang menarik dan tentunya menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Berdasarkan kesepakatan ini, pihak Rusia menunjuk investor untuk membuka kedai kopi di Rusia dengan sajian khusus kopi Jawa Barat, Java Preanger. Mengingat kopi merupakan komoditas primadona di Souss Massa, tentu hal ini akan memperbesar peluang ekspor kopi nasional ke luar negeri. Namun, hasil perundingan ini bukan sekadar membawa manfaat bagi Jawa Barat. Souss Massa juga diberikan kesempatan untuk memasarkan produk jeruk andalan mereka ke provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk sekaligus menjadi konsumen buah-buahan terbesar di Indonesia. Alhasil, program ini menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak.
“Puluhan potensi investasi di Jawa Barat dari berbagai sektor serta tawaran insentif investasi yang kompetitif saat ini merupakan penyebab minat dan realisasi investasi,” terang Emil.
Dukungan pengembangan industri kopi bukan hanya datang dari Pemprov Jawa Barat, melainkan merupakan sinergi bersama Pemerintah Pusat, Kementerian terkait, dan pihak swasta. Hal ini terlihat dari kinerja komoditas kopi nasional yang terus bergerak positif. Potensi ini kian besar lantaran kualitas kopi Indonesia dikategorikan sebagai kopi speciality atau kopi berkualitas yang telah melalui standarisasi selama perjalanannya dari hulu ke hilir.
Investasi pun tak sebatas pada proses produksi kopi semata, melainkan berbagai sektor lain. Sebagai contoh, Pemprov Jawa Barat bersama Korea Selatan mengembangkan sekolah kopi di daerah pegunungan Jawa Barat. Jelas, hal ini bukan semata bergerak di sektor pendidikan melainkan pariwisata sekalipun. Berbagai potensi bisa digarap dalam investasi ini, mulai dari perkebunan, pendidikan, hingga pariwisata.
Skema kerjasama dengan investor Korea Selatan dikatakan Emil berlangsung dengan syarat utama yang harus dipenuhi pihak Korea Selatan, yakni membuat kafe di Korea Selatan dengan 100% kopi Jawa Barat. “Saya izinkan membuat sekolah ini namun kewajiban tersebut harus terpenuhi,” ujar Emil.
Pertimbangan memilih Korea Selatan juga berangkat dari kegemaran masyarakat mereka dalam mengonsumsi kopi. Hal ini menjadi potensi besar yang bisa dinikmati kedua belah pihak.
“Jawa Barat menjadi educational center for coffee through tourism dengan target untuk meningkatkan ekspor kopi Jawa Barat. Jika dunia mau tahu tentang kopi yang enak, mereka akan datang ke Jawa Barat,” imbuh pengurus Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kadin) Jawa Barat Darningsih Rustiadji.