Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024 menuai penolakan. Kalangan buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) mendesak pemerintah membatalkan aturan tersebut.
Sebagai informasi dalam beleid tersebut pekerja swasta, aparatur sipil negara (ASN), dan TNI-Polri wajib membayar iuran Tapera sebesar 3% dari total gaji yang terima. Dijelaskan dalam Pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024 besaran simpanan peserta dibayarkan 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% dari pekerja.
BACA JUGA: BP Tapera Buka Suara soal Potongan Gaji Karyawan untuk Tabungan Rumah
Sunarno, Ketua Umum Kasbi menjelaskan dalam pengambilan keputusan tersebut unsur buruh tidak pernah diajak dialog sehingga pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Dia menuding prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan pemerintah dalam mengambil kebijakan.
“Pemerintah terlalu gegabah membuat aturan ini, padahal tidak memahami apa kesulitan mayoritas kaum buruh yang dihadapi selama ini. Mulai upah rendah, status kerja rentan dan mudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), pemberangusan serikat buruh, maraknya sistem kerja outsourcing, keselamatan kerja yang buruk, dan pelanggaran hak-hak normatif lainnya,” kata Sunarno melalui keterangannya Rabu (29/5/2024).
BACA JUGA: Dorong Penyaluran KPR Subsidi, BSI Beri Pembiayaan 4.360 Unit Rumah
Menurutnya, regulasi ini akan makin membuat buruh terjepit lantaran banyaknya potongan dari pendapatan mereka. Secara terperinci, potongan gaji yang dialami buruh antara lain BPJS Kesehatan sebesar 1%, Jaminan Hari Tua (JHT) 2%, Jaminan Pensiun 1%, pajak penghasilan atau PPH 21 sebesar 5 %.
Belum lagi ditambah dengan potongan koperasi yang besarannya berbeda-beda. Dengan begitu, tambahan potongan Tapera 2,5% dari buruh akan makin memberatkan.
“Sehingga jika upah buruh Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per bulan, maka potongan upah bisa mencapai Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan,” ujarnya.
Sunarno menilai kebijakan pemotongan gaji untuk tabungan Tapera sangat membebani rakyat. Pasalnya, buruh tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat.
Buruh meminta pemerintah fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara, bukan malah memotong gaji yang kecil sebagai modal investasi. Bahkan, dengan mengotak-atik dana BPJS untuk modal investasi ekonomi makro yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” kata dia.
Editor: Ranto Rajagukguk