PT Johnson & Johnson Indonesia bermitra dengan beberapa rumah sakit untuk melaksanakan serangkaian kegiatan program pencegahan surgical site infections (SSI). Hal ini untuk membangun kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya pencegahan risiko pasca operasi.
Kampanye diimplementasikan dalam bentuk focus group discussion (FGD) bertema CARE+ Indonesia Implementation for SSI Prevention. Acara ini dilaksanakan di Jakarta pada Rabu (28/08/2019) dan dihadiri oleh Prof. David John Leaper, Pendiri Surgical Infection Society di Eropa.
Diskusi ini melibatkan tenaga kesehatan seperti dokter ahli bedah tulang, dokter kandungan, perawat bedah, perawat ICU, dan tenaga tim pengendalian infeksi di seluruh Indonesia.
David menjelaskan, SSI merupakan infeksi pada irisan, organ, atau tempat yang disebabkan oleh kontaminasi bakter saat dilakukannya proses operasi yang terjadi dalam waktu 30-120 hari pasca operasi. Beberapa kasus ringan dapat diobati dengan cepat. Namun, jika tidak ditangani dengan benar, maka hal itu berisiko infeksi hingga membutuhkan operasi ulang.
Berdasarkan Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection dari WHO, terdapat 29 jenis rekomendasi yang meliputi 23 topik pencegahan SSI sebelum, selama, dan setelah operasi. Sementara itu, di Indonesia pencegahan dan pengendalian infeksi sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 27. Salah satunya merekomendasikan surgical bundle sebagai pedoman untuk dikerjakan di setiap prosedur pembedahan yang harus dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan.
“Kami berharap edikasi yang telah disampaikan secara berkelanjutan terkait dengan pencegahan SSI dapat dilakukan secara merata di Indonesia dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pencegahan SSI pada masyarakat umum maupun tenaga kesehatan. Dengan demikian, SSI diharapkan tidak lagi menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan. Termasuk menurunnya SSI dapa di Indonesia,” kata Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs Johnson & Johnson Indonesia.
Editor: Sigit Kurniawan