Surgical Site Infections (SSI) menjadi isu penting yang disoroti perusahaan global, Johnson & Johnson (J&J). Di Indonesia, J&J melakukan sejumlah inisiatif untuk mengurangi terjadinya risiko SSI.
Pencegahan dan pengendalian infeksi telah diatur secara resmi dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 27. World Health Organization (WHO), Centres for Disease Control (CDC) dan American College of Surgeons (ACS) juga telah memberikan beberapa rekomendasi, antara lain melakukan pre-operative bathing (membersihkan seluruh bagian tubuh pasien dengan menggunakan antiseptik kulit sebelum prosedur operasi dilakukan) dan menggunakan benang berlapis antimikroba guna mengurangi risiko terjadinya SSI.
Sebagai merek yang memproduksi produk antiseptik, J&J ambil peluang dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dan kuliah umum untuk tenaga kesehatan.
FGD bertema CARE+ Indonesia Implementation for SSI Prevention ini dihadiri oleh mantan Presiden Surgical Infection Society di Eropa sekaligus NICE Guidline Development Group of SSI David Jhon Leaper. J&J juga menggandeng kepala departemen, dokter ahli bedah tulang, dokter kandungan, perawat bedah, perawat ICU, dan tenaga kesehatan dari tim pengendalian infeksi di rumah sakit di seluruh Indonesia.
“Kami berharap eduksai yang kami lakukan secara berkelanjutan terkait dengan pencegahan SSI dapat dilakukan secara merata di Indonesia dan memberikan pemahaman mendalam terhadap masyarakat umum maupun tenaga kesehatan,” ungkap Country Leader of Communications and Public Affairs Devy Yheanne di Jakarta, Rabu (28/08/2019).
Selain mengadakan FGD dan kuliah umum, dalam tiga tahun terakhir J&J telah melakukan pertemuan awal dengan beberapa pihak seperti PERDALIN, Surgical Infection Society Indonesia, dan Infection Prevention Control Nursi (IPCN) di rumah sakit perwakilan Kementrian Kesehatan.
J&J juga merumuskan simposium berjudul “The Journey of SSI Prevention Symposium” di Jakarta dan Medan. Terakhir, J&J melakukan sosialisasi terkait WHO Guidelines mengenai cara pencegahan SSI ke seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.
“Dengan begitu, SSI diharapkan tidak lagi menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan dan persentase terjadinya SSI dapat menurun di Indonesia,” ujar Devy.