Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti banyaknya perusahaan rintisan (startup) yang gagal berkembang dalam menjalankan bisnis. Bahkan, tak jarang, startup-startup tersebut akhirnya gulung tikar.
“Hati-hati 80% sampai 90% startup gagal saat merintis,” kata Jokowi dalam BUMN Startup Day di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Senin (26/9/2022).
Dia menilai ada dua indikator utama penyebab startup gagal merintis usahanya. Pertama, startup tidak menjalankan bisnis berdasarkan kebutuhan pasar.
Sekalipun memiliki modal besar, tanpa memiliki tujuan atau tidak berdasarkan kebutuhan pasar, lambat laun startup sulit berkembang. Pasalnya, produk ataupun jasanya tidak akan digunakan oleh banyak orang.
“Karena sekali lagi tidak melihat kebutuhan pasar yang ada. Berangkatnya mesti dari kebutuhan yang pasar ada tuh apa,” ujarnya.
Kedua, saat mulai berkembang, modal atau kapital startup tidak bisa mengakomodasi berbagai beban biaya (cost) usaha. Alhasil, pada tahap ini berbagai efisiensi dilakukan dan yang banyak terjadi startup memangkas pekerja atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kedua karena kehabisan dana, ini nanti fungsinya venture capital, fungsinya BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” ucapnya.
Oleh karena itu, dia berharap venture capital dan BUMN memaksimalkan perannya dalam mendukung pengembangan startup di dalam negeri. Dengan demikian, para startup bisa terhubung dengan ekosistem digital yang sudah ada dan memaksimalkan berbagai peluang di pasar.
“(Ekosistem) yang kita bangun saling sambung sehingga semua terdampingi dengan baik dan bisa tidak gagal masuk ke pasar-pasar, peluang-peluang yang ada di negara kita,” tuturnya.
Sementara itu, Erick Thohir, Menteri BUMN mengakui sejumlah perusahaan pelat merah telah memiliki venture capital yang khusus berinvestasi di startup. Melalui Merah Putih Fund, perusahaan pelat merah kini telah menggelontorkan dana bagi 336 startup.
Erick memastikan investasi ke startup akan terus berlanjut seiring pesatnya ekonomi digital di Indonesia. Pada tahun 2030, nilai ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp 4.500 triliun atau 40% dari total ekonomi Asia Tenggara.
“Kita masuk ke startup dengan catatan, founder-nya orang Indonesia, perusahaan harus beroperasi di Indonesia, bayar pajak di Indonesia, dan tentunya bisa go public,” tutur Erick.