Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menjadikan penanganan kasus perdagangan manusia sebagai salah satu prioritas pembahasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Summit ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, mayoritas korban merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tertipu berbagai modus.
Dari catatan Jokowi, baru-baru ini Indonesia menyelamatkan 20 orang WNI korban perdagangan manusia di Myanmar. Kepala negara menyebut penyelamatan WNI korban perdagangan manusia tidak mudah lantaran lokasinya berada di wilayah konflik.
BACA JUGA: RI Dorong Pemberantasan Perdagangan Orang pada KTT ASEAN
“Ini penting dan sengaja saya usulkan karena korbannya adalah rakyat ASEAN dan sebagian besar adalah WNI kita,” kata Jokowi melalui keterangannya, Selasa (9/5/2023).
Selain penyelamatan WNI di Myanmar, ada pula kasus lain, yakni di Filipina dan perwakilan negara lainnya, termasuk Indonesia. Tercatat, pada 5 Mei 2023 otoritas Filipina berhasil menyelamatkan 1.048 orang dari sepuluh negara dan 143 di antaranya adalah dari Indonesia.
BACA JUGA: Potensi Ekonomi KTT ASEAN 2023 Setara MotoGP Mandalika 2022?
Mantan gubernur DKI Jakarta itu mendorong penyelesaian kasus perdagangan manusia dari hulu hingga ke hilir. Dia bilang sebelum menjadi korban perdagangan manusia mereka umumnya tertipu secara online atau scams.
Modusnya biasanya ditawarkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Namun, setelah tiba di lokasi pekerjaan korban dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Bahkan, tak jarang para korban mendapatkan kekerasan secara fisik. Untuk bisa keluar dari jeratan itu, pelaku biasanya meminta korban menebus dengan biaya yang tinggi sehingga korban sulit keluar dari jeratan perdagangan manusia.
“Saya ulangi, harus diberantas tuntas sehingga dalam KTT nanti akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi,” ujarnya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebelumnya menyebutkan masalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) juga menjadi salah satu isu prioritas yang akan dibahas para petinggi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sebab, jumlah kasusnya makin meningkat dari tahun ke tahun dengan modus yang beragam.
Penanganan masalah TPPO sejauh ini masih cukup kompleks dan sulit dihentikan. Dengan demikian, diperlukan kerja sama dengan negara lain untuk memberantas kejadian tersebut.
Adapun kerja sama yang perlu dilakukan mulai dari tahapan deteksi, pencegahan, perlindungan, pemulangan, rehabilitasi dan mengatasi akar permasalahan. Untuk itu, kapasitas para penegak hukum negara anggota ASEAN perlu diperkuat dalam melakukan investigasi, pengumpulan bukti, identifikasi korban dan proteksi.
Editor: Ranto Rajagukguk