Pasar Muslim sangatlah seksi. Namun, tidak bisa ditepis bahwa iklim Muslim di dunia saat ini sedang menghadapi tantangan seiring berita buruk yang kerap mengaitkan agama ini dengan aksi terorisme.
“Jika bicara Muslim, pikirannya adalah teroris. Bahwa Islam akan memakan Anda. Padahal ini adalah hal yang salah,” kata Prof. Dr. Jonathan AJ. Wilson, Pakar Islamic Marketing dari London, Inggris.
Jon mengatakan bahwa pasar Muslim telah menjadi lifestyle. Bahkan, perusahaan sepatu sekelas Nike merilis baju olahraga untuk kaum Muslim. “Muslim adalah eksotik baru. Hijabs adalah new blondie. Dulu, berambut pirang adalah hal yang unik, entah warnanya kuning, hijau, merah. Sekarang, memakai hijab, juga seperti itu,” kata Jon.
Mohamad Geraldez, Pakar Muslim asal Amerika Serikat mengatakan, dunia berubah dengan sangat cepat. Bahkan, dia memprediksi, pada tahun 2020, separuh populasi di Amerika dan Inggris akan bekerja paruh waktu.
Kondisi itu mengakibatkan gaya komunikasi perusahaan atau brand kepada konsumennya bakal berubah. “Kita pindah ke platform dengan permission based. Anda membutuhkan persetujuan terlebih dahulu untuk berteman, contoh WhatsApp, Linkedin. Makanya e-mail akan mati,” kata Geraldez.
Brand dan perusahaan harus bisa melakukan kontrol terhadap gaya dan tujuan dalam berkomunikasi. Jika yang terjadi sebaliknya, maka brand justru akan dikontrol oleh pelaku di dunia maya. “Bisa saja penawaran Anda gagal, tapi Anda tetap bisa membangun personal brand Anda ketika tujuan dalam berkomunikasi tersampaikan,” kata Geraldez.
Jon mengatakan, perusahaan harus mengubah gaya komunikasinya di media sosial. Jika selama ini, banyak perusahaan menggunakan konsep Male (Make audience, like everything), mereka harus menggunakan konsep Female. “Focus, enhance, multiply, amplify, legacy, energize. Anda harus memperlakukan brand seperti manusia. Bangunlah karakter brand Anda, dan jangan ragu menggarap pasar Muslim,” kata Jon.