Kampanye Archkidtecton Perkenalkan Dunia Arsitektur ke Anak Sejak Dini
Sugiarto Witaria, seorang arsitek yang lama berkarier di Beijing, memiliki ide unik ketika kembali ke Indonesia. Berbekal pengalaman lebih dari 10 tahun, ia mendirikan Archkidtecton, sebuah inisiatif pendidikan untuk mengenalkan dasar-dasar arsitektur kepada anak-anak.
Tujuannya bukan untuk menjadikan anak-anak sebagai arsitek, tetapi melatih mereka berpikir kreatif melalui desain dan eksplorasi bentuk.
BACA JUGA: 10 Fakta Menarik Tentang Pep Guardiola, Sang Arsitek Sepak Bola Modern
“Ketika saya kembali ke Indonesia, saya menyadari bahwa banyak anak menghadapi kesulitan memahami bentuk dalam 2D dan 3D. Padahal, kemampuan ini sangat penting untuk melatih mereka berpikir kritis dan kreatif,” kata Sugi.
Ia juga mengungkapkan bahwa ide mendirikan Archkidtecton sudah ada sejak masa kuliah, saat ia membantu siswa yang ingin masuk ke jurusan arsitektur. Program Archkidtecton mengajarkan anak-anak usia 7 hingga 15 tahun untuk mengenal desain dasar melalui pendekatan yang interaktif.
BACA JUGA: Batavia PIK, Padukan Arsitektur Kolonial dengan Elemen Kontemporer
Anak-anak diajak memahami bentuk dalam berbagai dimensi sambil mengerjakan proyek individu atau kelompok. “Kami mulai dari nol karena pemahaman visual itu seperti mempelajari bahasa baru. Anak-anak lebih mudah mengenali gambar dibanding membuatnya, sehingga perlu dilatih sejak awal,” tambah Sugi.
Menurutnya, pemahaman tentang bentuk dalam 2D dan 3D tidak hanya penting untuk desain, tetapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang lain. Anak-anak diajarkan untuk memutar, membalik, atau membedah objek secara visual.
Proses ini melatih mereka untuk melihat suatu masalah dari berbagai perspektif, yang kemudian membantu mereka menemukan solusi dengan cara yang kreatif dan inovatif. Sugi juga menyoroti betapa pentingnya anak-anak menikmati proses belajar daripada hanya fokus pada hasil akhir.
“Arsitektur menggabungkan berbagai disiplin ilmu, seperti sains, teknologi, teknik, matematika, dan seni. Ini membuatnya menjadi cara yang menarik untuk mengembangkan keterampilan yang relevan di berbagai bidang, dari desain interior hingga industri game,” jelasnya.
Program ini menawarkan kelas reguler sebanyak empat kali per bulan dengan biaya yang bervariasi antara Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta.
Sugi berharap Archkidtecton dapat menjadi platform yang memperluas wawasan anak-anak Indonesia, memberikan mereka kesempatan untuk mengenal arsitektur, dan membuka pintu bagi berbagai kemungkinan karier di masa depan.
“Hal terpenting adalah memberikan anak-anak ruang untuk bereksplorasi. Ini bukan tentang hasil instan, tetapi tentang proses yang membangun pola pikir mereka untuk masa depan,” tutup Sugi.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz