Kampanye #JamuBrandIndonesia Jamu IBOE Berbuah Penghargaan MECA 2018

marketeers article

Menjadi produk autentik Indonesia, banyak hal yang menantang para pemain jamu. Tidak hanya pemain kecil, pemain besar yang sudah melegenda pun bisa habis termakan zaman. Di tengah kondisi ini, PT Jamu IBOE Jaya yang masih eksis di usai 108 tahun, menghadapi tantangan tersebut salah satunya dengan strategi komunikasi.

Pelaku industri jamu Tanah Air saat ini sedang menghadapi pekerjaan rumah yang cukup berat. Tidak main-main, tugas ini menyangkut keberlangsungan hidup mereka. Belum lagi, tahun lalu industri ini digemparkan dengan berita pailitnya salah satu perusahaan jamu legendaris. Kabar itu memberikan arti bahwa ancaman berlaku bukan hanya bagi perusahaan jamu kecil, tetapi juga yang sudah besar bahkan melegenda sekalipun.

Melihat kondisi ini, PT Jamu IBOE Jaya yang sudah berdiri sejak 1910 mengerahkan beragam strategi. Salah satunya dalam marketing komunikasi. “Saat ini, industri jamu tengah menghadapi tantangan yang kami rangkum menjadi 4 Si, yakni Persepsi, Regenerasi, Sosialisasi, dan Regulasi. Tantangan tersebut membuat bisnis jamu hari ini tak mudah untuk dijalankan,” ujar Stephen Walla, CEO PT Jamu IBOE jaya (Jamu IBOE).

Stephen menjelaskan para pemain dihadapkan soal persepsi sebagian masyarakat soal produk jamu yang cenderung negatif, khususnya di kalangan anak muda. Anggapan jamu yang dianggap pahit, minuman orang tua, nggak keren tak terbendung. Persepsi itulah yang menghambat regenerasi ekosistem jamu di dalamnya, baik regenerasi konsumen, pelaku usaha, serta para penjualnya. Lihat saja. Bukan hanya konsumen, generasi dari para pengusaha jamu terlihat seperti enggan meneruskan bisnis keluarga mereka, meski telah berumur puluhan tahun.

“Kondisi ini semakin menantang dengan kenyataan bahwa sosialisasi akan konsumsi jamu kurang tersuarakan, khususnya dari pemerintah. Regulasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang diterapkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas industri jamu sudah bagus, namun tidak semua pelaku industri bisa menerapkan dengan cepat, khususnya pelaku bisnis kelas menengah-kecil. Regulasi yang menjadi tantangan cukup besar adalah regulasi dari promosi dan bahasa komunikasi produk jamu yang sangat ketat, sehingga kami harus ekstra kreatif & inovatif dalam menyampaikan komunikasi kami.” jelas Stephen.

Jamu IBOE mencoba menjawab tantangan tersebut, khususnya tentang persepsi. Saat ini Jamu IBOE memiliki tiga kelompok produk. Pertama, jamu tradisional yang berbentuk serbuk dengan rasa & aroma khas jamu yang kuat. Jamu tradisional ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang terbiasa dengan cara tradisional mengkonsumi jamu.

Kedua, jamu modern ekstrak berbentuk kapsul. Produk ini menyasar kelas menengah atas yang dijual di ritel modern. Jamu modern ekstrak ini di targetkan terutama untuk masyarakat yang ingin mengkonsumi jamu dengan cara yang lebih praktis. Ketiga, IBOE Natural Drinks yang dikemas sebagai ekstrak minuman kesehatan dengan sembilan varian.

“Dengan IBOE Natural Drinks, kami ingin jamu bisa masuk & dikonsumsi sehari-hari sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat modern, khususnya generasi milenial. Tidak hanya dikemas secara modern dengan rasa yang enak & segar, kami juga menghadirkan Outlet Jamu dengan konsep Jamu Bar, bernama IBOE Herbal Bar,” jelas Stephen.

Berbagai aktivitas PR pun mereka lakukan. Mulai dari memasuki universitas, komunitas, dan lapak-lapak modern, seperti perhotelan, peritel hingga tempat nongkrong anak muda. Di universitas, IBOE Natural Drinks masuk melalui kegiatan edukasi dan inspirasi yang dikemas melalui sebuah perlombaan kekinian. Misalnya saja, mereka membuat perlombaan soal entrepreneur, sales, advertising, desain poster hingga mini series (video) soal jamu.

Saat ini Jamu Iboe sedang aktif mengkampanyekan #jamubrandindonesia yang bertujuan untuk sosialisasi. Mereka ingin menyampaikan pesan bahwa jamu adalah milik Indonesia yang harus dihargai dan  didukung agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, seperti halnya Batik.

“Kini, hasilnya sudah mulai terasa, khususnya soal persepsi anak muda mengenai jamu. Bisa kita lihat dari postingan para anak-anak muda perkotaan yang mulai melirik jamu dan membagikannya di Instagram atau pun Facebook,” kata Stephen.

Berkat media sosial ini, publikasi Jamu IBOE di media- media nasional kian terlihat. “Kami yang besar di Jawa Timur kian terbantu ketika melakukan penetrasi pasar di kota-kota besar lainnya, seperti Bali, Medan, dan Jakarta,” tutup pria yang merupakan generasi keempat dari bisnis keluarga antargenerasi ini.

Related