Kartel adalah istilah yang sering dijumpai dalam berbagai pemberitaan yang mengulas tentang bisnis maupun negara. Cerita-cerita mengenai kartel selalu diartikan sebagai suatu kegiatan yang bersifat ilegal atau merugikan banyak orang.
Lalu, apa itu kartel? Kartel adalah suatu kerja sama antara berbagai produsen yang sengaja bersekongkol menetapkan harga komoditas tertentu yang tidak sesuai dengan aturan.
Tujuannya agar dapat mengoordinasi kegiatan bisnis sehingga dapat mengendalikan produksi sehingga terjadi monopoli. Di Indonesia sendiri untuk mencegah praktik-praktik kartel dibentuklah lembaga Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).
BACA JUGA: Apa Itu MoU? Pahami Perjanjian Kerja Sama Satu Ini
Mereka bekerja dengan membentuk hukum persaingan usaha agar seluruh proses bisnis bisa berjalan sehat. Kartel akan memaksa konsumen membayar lebih mahal dari suatu produk yang dibeli dengan target bisa memperoleh keuntungan secara tidak wajar.
Perilaku kartel dapat membidik barang-barang mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga barang mewah. Secara ekonomi, praktik kartel sangat merugikan baik dari sisi konsumen maupun produsen karena berdampak pada pengendalian harga, pembatasan jumlah produksi sehingga menyebabkan inefisiensi alokasi.
Kartel juga dapat menyebabkan inefisiensi dalam produksi ketika mereka melindungi pabrik yang tidak efisien, sehingga menaikkan biaya rata-rata produksi suatu barang atau jasa dalam suatu industri
Cara Kerja Kartel
Kartel menggunakan berbagai cara untuk mengoordinasikan kegiatan mereka, seperti melalui pengaturan produksi, penetapan harga secara horizontal, kolusi tender, pembagian wilayah, pembagian konsumen secara non-teritorial, dan pembagian pangsa pasar. Akan tetapi perlu juga disadari bahwa kartel yang efektif tidaklah mudah untuk dicapai.
BACA JUGA: Akuisisi: Pemahaman dan Alasan di Balik Langkah Ini
Salah satu syarat terjadinya kartel adalah harus ada perjanjian atau kolusi antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi dalam kartel, yaitu Kolusi eksplisit.
Cara ini adalah para anggota mengomunikasikan kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data mengenai audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan dan data-data lainnya.
Kemudian, cara kedua adalah kolusi diam-diam, yang mana pelaku usaha anggota kartel tidak berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan juga diadakan secara rahasia. Biasanya, yang dipakai sebagai media adalah asosiasi industri, sehingga pertemuan-pertemuan anggota kartel dikamuflasekan dengan pertemuan-pertemuan yang legal seperti pertemuan asosiasi.
Bentuk kolusi yang kedua ini sangat sulit untuk dideteksi oleh penegak hukum. Namun, pengalaman dari berbagai negara membuktikan bahwa setidaknya 30% kartel adalah melibatkan asosiasi.
Adapun beberapa karakteristik terjadinya praktik kartel adalah adanya konspirasi di antara beberapa pelaku usaha. Kemudian, mereka melibatkan senior eksekutif yang terdiri dari perusahaan yang terlibat.
Para senior eksekutif inilah biasanya yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan membuat keputusan. Biasanya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi kegiatan mereka dan melakukan price fixing atau penetapan harga agar penetapan harga berjalan efektif.
Hal ini maka diikuti dengan alokasi konsumen atau pembagian wilayah atau alokasi produksi. Biasanya, kartel akan menetapkan pengurangan produksi.
Agar memuluskan praktik kartel, para pelakunya akan memberikan ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian. Apabila tidak ada sanksi bagi pelanggar, maka suatu kartel rentan terhadap penyelewengan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada anggota kartel lainnya.
Editor: Ranto Rajagukguk