Karya Indonesia Kembali Berkiprah di Venice Art Biennale 2017

marketeers article

Setelah lama tak berkiprah di panggung dunia, karya seniman Indonesia akhirnya tampil lagi di pameran seni rupa internasional La Biennale di Venezia (atau Venice Art Biennale) ke-57 yang berlangsung mulai 13 Mei hingga 26 November 2017 mendatang. Ini terjadi berkat dukungan penuh Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF).

Organisasi yang dipimpin Triawan Munaf itu mendapat mandat dari Kementerian Pariwisata RI untuk mengambilalih keikutsertaan BEKRAF di pameran seni rupa tertua dan paling bergengsi di dunia itu. BEKRAF pun memilih seniman asal Bali, Tintin Wulia, untuk menampilkan guratan seninya di Pavilion Indonesia seluas 77 m2.

Paviliun itu akan terletak di Arsenal di Venezia, Italia, bersama dengan 12o seniman lain yang berasal dari 51 negara. Sekitar 103 seniman di antaranya baru pertama kali bergabung di ajang tersebut. Yang menarik adalah karya Indonesia akan hadir di dua kota berbeda dalam waktu bersamaan.

Tintin Wulia akan menampilkan karya bertajuk 1001 Martian Homes” yang dipamerkan di Venesia dan juga di Senayan City, Jakarta. Konsep karya tersebut bersifat mirroring, yang mana instalasi seni dibuat sama persis di kedua kota tersebut. Masing-masing instalasi itu akan tersemat live camera yang menghubungkan kedua pameran.

Ini dilakukan agar masyarakat Indonesia dapat melihat sekaligus merasakan karya anak bangsa yang sedang ditampilkan di salah satu pameran akbar dunia, La Biennale di Venezia.

Penggarapan karya ini melibatkan banyak pihak yang tergabung dalam tim Paviliun Indonesia, di antaranya komisioner Ricky Joseph Pesik yang juga Wakil Kepala BEKRAF; para deputi komisioner yang terdiri dari Melani W. Setiawan, Amalia Wirjono, Diaz Parzada, dan Enin Supriyanto selaku direktur artistik; kurator Agung Hujatnikajennong; serta seniman Tintin Wulia.

Acara ini mendapat dukungan penuh dari Ketua BEKRAF Triawan Munaf dan Deputi Pemasaran BEKRAF Joshua Simanjuntak sebagai dewan penasihat.

Paviliun Indonesia yang berlokasi di Senayan City Lantai 6 akan dibuka secara resmi oleh Ketua BEKRAF Triawan Munaf pada Rabu, 10 Mei 2017. Pembukaan itu secara pararel juga menandai dibukanya Paviliun Indonesia di Venesia pada hari yang sama.

Pameran ini dapat dikunjungi oleh publik mulai Sabtu, 13 Mei 2017 hingga 26 November 2017. Ini adalah pertama kalinya keikutsertaan Indonesia di La Biennale di Venezia dapat dinikmati publik tanah air secara luas.

Triawan Munaf mengatakan, keikutsertaan Indonesia di La Biennale di Venezia merupakan bukti keseriusan BEKRAF dalam memberikan kesempatan kepada seniman Indonesia untuk berkarya dan mengharumkan nama bangsa di pentas seni global.

Selain itu, dengan ragam suku, bahasa, serta kondisi wilayahnya yang bepulau-pulau, Indonesia dapat menjadi sumber inspirasi yang tak terbatas oleh para seniman dunia dalam melahirkan sebuah karya seni.

“Keikutsertaan Indonesia di perhelatan La Biennale di Venezia memang tidak berlangsung secara terus menerus atau konsisten. Namun, BEKRAF berkomitmen menjadikan ajang ini sebagai platform strategis dalam mendukung industri kreatif Indonesia,” ujar Triawan.

Ia melanjutkan, sesuai dengan pesan Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, Indonesia harus mampu memberikan sinyal kepada dunia bahwa negeri ini adalah bagian penting yang tidak boleh dipisahkan dalam pergerakan seni kontemporer dunia.

“Tintin dipilih untuk mewakili Indonesia di ajang ini karena karyanya mengandung pesan yang sangat relevan dengan perubahan yang tengah terjadi di dunia dewasa ini. Ketika internet dan teknologi digital telah mengubah pandangan kita tentang konsep ruang dan wilayah,” ujar Triawan.

Karya fenomenal Tintin Wulia itu terdiri dari tiga pasang panel interaktif yang ditempatkan secara identik, tetapi berada di dua kota berbeda. Melalui konsep ini, Tintin mengajak penikmat karyanya untuk berinteraksi lewat instalasi yang berada di kota yang satu sambil terhubung dengan karya pasangannya di kota yang lain.

Selain itu, para pengunjung juga bisa berkomunikasi melalui video yang saling terhubung melalui dua instalasi yang ada di Venesia dan Jakarta ini.

“Karya ini mencerminkan pergerakan yang tidak menentu pada kehidupan kita sebagai manusia di dunia yang kita tempati ini. Pada saat yang bersamaan, karya ini juga menjadi metafor untuk tempat tinggal manusia yang terus berkembang secara berkesinambungan, baik untuk kelanjutan hidup maupun untuk kebutuhan, dalam proses mencari kehidupan yang lebih baik atau dalam situasi krisis yang genting,” papar Tintin Wulia.

Ia juga menambahkan bahwa 1001 Martian Homes terinspirasi dari kisah nenek moyangnya yang harus menjalani kehidupan dan perjalanan antar dua negara, Indonesia dan China. Kekagumannya terhadap kisah leluhurnya itu memutuskan Tintin memadukan kisah tersebut dengan konsep yang cukup dekat dengan situasi globalisasi digital saat ini. Sebuah kondisi yang membuat seolah kita semua tinggal dalam ‘dunia tanpa batas’.

Selain kisah mengenai nenek moyangnya, ketertarikan Tintin dalam konsep teritorial, pergerakan manusia, dan perjalanan turut menjadi inspirasi di balik karyanya tersebut. Berbekal latar belakang sebagai arsitek dan komposer, yang banyak berkarya di Indonesia dan Amerika Serikat, Tintin mengeksplorasi penggunaan videografi untuk memaksimalkan potensi dari berbagai media yang ia gunakan, sehingga bisa menghasilkan karya seni yang luar biasa menakjubkan.

Kurator dari poyek ini, Agung Hujatnikajennong menuturkan, “Melalui permainan ide konektivitas dan ruang di era internet seperti saat ini, 1000 Martian Homes bertujuan untuk menciptakan pengalaman yang berbeda tentang ‘pergi’ dan ‘pulang’ secara bersamaan,” tutur dia.

Ia menambahkan, kegiatan interaktif yang dapat dilakukan oleh pengunjung selama pameran menjadi daya tarik karya Tintin di ajang ini. “Serta menegaskan pendekatan artistik Tintin dalam mengangkat tema ketidakpastian, yang menjadi inti utama dari situasi globalisasi dunia saat ini,” tutup Agung.

Related