PT Pertamina (Persero) mengalokasikan anggaran senilai US$ 68 miliar atau setara dengan Rp 1.000 triliun (kurs Rp 15.347 per US$) untuk mempercepat proses transisi energi menuju energi ramah lingkungan. Rencananya, investasi itu direalisasikan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina menuturkan dalam rencana kerja, perseroan menggunakan komposisi bahan bakar sebesar 43,8% untuk fossil fuel, 41,7% petrochemical, dan 14,5% green business. Perseroan bakal melakukan berbagai upaya transisi energi meliputi pengembangan bio energy, geothermal, hydrogen, EV battery & energy storage system (ESS), gasification, nature based solution, carbon capture, utilization and storage (CCUS), dan ammonia.
BACA JUGA: Pertamina Produksi 570 Ribu Barel Minyak per Hari pada Semester I/2023
“Dari semua hal ini, kami terbuka untuk bekerja sama dari sisi investasi dengan pihak swasta. Belum lagi jika kita bicara dari segi posisi sebagai supplier, kontraktor dan lainnya, sehingga potensinya sangat besar. Hal ini sejalan dengan tujuan BUMN, sebagai lokomotif industri nasional, dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Nicke melalui keterangannya, Selasa (1/8/2023).
Menurutnya, hingga sekarang bahan bakar fosil masih menjadi mayoritas dari konsumsi energi primer global pada tahun 2022. Namun, berbagai negara sudah bergerak menuju energi hijau dan program dekarbonisasi.
Indonesia ke depannya memiliki peran kunci karena luas wilayah, lokasi strategis dan sumber daya alamnya yang melimpah.
BACA JUGA: Sah! Pertamina dan Petronas Akuisisi Blok Migas Masela
“Dalam aspek sumber energi baru dan terbarukan (EBT), hal ini bisa menjadi salah satu peluang untuk menciptakan bisnis untuk transisi energi kedepan. Salah satunya adalah Indonesia memiliki potensi 400 Giga Tons potential CCUS clusters,” ujarnya.
Di sisi lain, Nicke menyebut kolaborasi dengan pihak swasta untuk energi hijau dapat berdampak pada peningkatan ekonomi nasional. Hingga saat ini Pertamina juga telah menjalin kemitraan dalam transisi energi dan dekarbonisasi untuk EV Ecosystem, Nature Based Solution, dan Green Industrial Cluster.
Sinergi BUMN dengan swasta dalam negeri juga mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan 5.600 partisipasi vendor atau manufaktur lokal. Upaya ini menyerap 82.000 orang tenaga kerja.
“Kolaborasi ini menggunakan produk dengan kandungan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN sebesar 60,6%,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk