Kebutuhan Layanan Instan Tinggi, Merek Harus Berubah

marketeers article
Sumber gambar: 123rf

Perusahaan barang dan jasa diimbau untuk terus berbenah dalam meningkatkan layanan kepada para konsumennya. Pasalnya, pola perilaku konsumen dalam membeli barang saat ini terus berubah dalam waktu yang cepat sehingga diperlukan adaptasi untuk memenangkan persaingan.

Sigit Kurniawan, Editor in Chief Marketeers mengungkapkan seiring dengan berkembanganya teknologi, kebutuhan untuk layanan instan terus meningkat. Konsumen yang didominasi oleh generasi Milenial, Y, dan Z menginginkan kecepatan dalam mengonsumsi barang yang diinginkan.

“Kalau mereka mau makan ya tidak perlu beranjak dari tempat tidur tinggal ambil smartphone lalu memesan secara online. Jadi, kalau mereka punya keinginan ya harus dipenuhi sekarang, sehingga ada kebutuhan yang bersifat praktis atau instan yang cukup besar,” ujar Sigit dalam acara Marketeers Mclub  secara hybrid, dikutip Senin (5/9/2022).

Menurutnya, permintaan layanan instan makin bertambah dengan adanya fenomena baru, yakni ketakutan akan ketertinggalan atau fear of missing out (fomo). Fenomena tersebut sebagian besar dialami oleh para muda-mudi di Tanah Air yang cenderung lebih melek teknologi.

Biasanya, anak muda takut tertinggal tren-tren yang sedang berkembang seperti di antaranya produk, aplikasi, dan layanan baru. Dengan demikian, fenomena seperti itu dapat dimanfaatkan brand untuk menggenjot penjualan.

“Jadi ada semacam kebutuhan secara psikologis untuk tidak ketinggalan dengan temannya dan karena ini dilakukan secara online melalui smartphone sehingga harus diadopsi oleh brand untuk melakukan penjualan. Munculnya layanan e-commerce juga salah satunya didorong oleh fenomena itu,” ujarnya.

Sigit melanjutkan adanya fenomena fomo terus berkembang menjadi ketakutan akan terputusnya jaringan internet atau fear of being offline (fobo). Alhasil, peran internet dewasa ini begitu penting dalam kehidupan sehari-sehari, termasuk pula aktivitas perniagaan.

Terlebih lagi, data yang dipublikasikan asosiasi penyedia jasa internet Indonesia (APJII) menunjukkan jumlah pengguna internet pada awal tahun 2022 menyentuh angka 210 juta jiwa. Dari jumlah ini, mayoritas mengakses internet lewat ponsel untuk membuka media sosial.

“Uniknya banyak brand yang memanfaatkan situasi fomo ke fobo untuk marketing dan terbukti sukses. Jadi contohnya, menciptakan kampanye kalau kamu tidak membeli barang pada saat tertentu akan ketinggalan. Fenomena itu ditangkap oleh merek sebagai strategi pemasaran yang sangat efektif,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related