Kebutuhan Protein Bakal Meningkat, Permintaan Ikan Diproyeksi Meroket
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkirakan permintaan ikan dunia akan terus meroket dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini disebabkan lantaran adanya kebutuhan protein yang terus meningkat setelah pandemi COVID-19.
Budi Sulistiyo, Staf Ahli Menteri KKP mengungkapkan, berdasarkan data badan pangan dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) kebutuhan protein akan meningkat sebesar 7%. Selain itu, permintaan akan tumbuh disebabkan karena populasi dunia yang bertambah satu per tiga lebih banyak hingga tahun 2050.
“Sumber daya kelautan dalam hal ini adalah perikanan sebagai sumber ekonomi dan sumber protein, kemudian bagaimana kita bisa menguasai hal tersebut,” kata Budi melalui keterangannya, Selasa (27/9/2022).
Menurutnya, permintaan ikan global akan berlipat ganda antara 2022 dan 2050. Permintaan tersebut akan lebih banyak dipenuhi dari produksi perikanan budi daya.
“Untuk itu, dalam pemenuhan kebutuhan protein, ikan budi daya memiliki peluang yang cukup besar. Makanan laut hasil budi daya disebut memiliki edible yield yang cukup besar, yaitu 68% dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya” ujarnya.
Sementara itu, Denny Nugroho Sugianto, Ketua Tim Kolaborasi Riset LAB 45 menuturkan untuk bisa memanfaatkan peluang tersebut, pemerintah Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan mengembangkan industri perikanan nasional. Hasil riset menunjukkan setidaknya ada beberapa tantangan ekonomi biru di masa depan, di antaranya pola pengelolaan sumber daya, regulasi dan desain kelembagaan yang belum sesuai.
Termasuk di dalamnya adalah efek berkepanjangan dari disrupsi pandemi COVID-19. Dengan demikian, fokus kajian berada di sektor apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam mengoptimalkan potensi ekonomi biru, termasuk investasi swasta sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Tiga sektor yang secara konsisten memberikan kontribusi paling besar, yaitu perikanan, energi dan sumber daya mineral (ESDM), serta wisata bahari, sementara sektor dengan potensi tinggi seperti budidaya perairan, pertambangan, dan energi, serta industri jasa maritim,” tutur Denny.
Editor: Ranto Rajagukguk