Kejahatan Siber di Telegram Meningkat 53% pada 2024

marketeers article
Ilustrasi Telegram. (FOTO: Kaspersky)

Aktivitas kejahatan siber di platform Telegram mengalami lonjakan signifikan sebesar 53% pada tahun 2024. Temuan ini diungkap oleh tim Kaspersky Digital Footprint Intelligence yang menganalisis berbagai saluran bayangan di Telegram.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa penjahat dunia maya semakin banyak menggunakan Telegram sebagai platform untuk menjalankan aktivitas pasar gelap.

Para pelaku kejahatan siber memanfaatkan saluran dan grup di Telegram untuk mendiskusikan berbagai skema penipuan, mendistribusikan database yang bocor, dan memperdagangkan layanan kriminal seperti pencairan dana, pemalsuan dokumen, dan layanan serangan DDoS.

Kaspersky mengungkap, volume postingan semacam itu melonjak drastis pada periode Mei-Juni 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

BACA JUGA: Europol: Chatbot Buka Peluang Kejahatan Siber yang Lebih Berbahaya

Alexei Bannikov, analis di Kaspersky Digital Footprint Intelligence menjelaskan bahwa meningkatnya minat penjahat dunia maya terhadap Telegram disebabkan oleh beberapa faktor utama.

“Pertama, popularitas Telegram yang sangat tinggi dengan audiens mencapai 900 juta pengguna bulanan, menurut Pavel Durov. Kedua, Telegram dipasarkan sebagai platform pengirim pesan yang aman dan independen, yang tidak mengumpulkan data pengguna, memberikan rasa aman bagi pelaku kejahatan siber,” kata Bannikov dalam siaran pers kepada Marketeers, Senin (1/7/2024).

Selain itu, membuat atau menemukan komunitas di Telegram relatif mudah, memungkinkan saluran-saluran kriminal untuk dengan cepat mengumpulkan audiens.

Para penjahat siber di Telegram sendiri umumnya menunjukkan tingkat kecanggihan dan keahlian teknis yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ditemukan di forum dark web yang lebih terbatas dan terspesialisasi.

Ini disebabkan oleh rendahnya hambatan masuk ke komunitas bayangan di Telegram.

BACA JUGA: Marak Kejahatan Siber, Dewaweb Rilis Dewaguard

Selain itu, Telegram tidak memiliki sistem reputasi yang ketat seperti yang ada di forum dark web, sehingga banyak penipu yang juga menipu sesama anggota komunitasnya.

Alexei Bannikov menambahkan bahwa Telegram kini juga menjadi platform di mana berbagai peretas membuat pernyataan dan mengekspresikan pandangan mereka.

Basis pengguna yang luas dan kemampuan distribusi konten yang cepat melalui saluran Telegram menjadikannya alat yang mudah digunakan untuk memicu serangan DDoS dan metode merusak lainnya terhadap infrastruktur yang ditargetkan.

Selain itu, para peretas dapat membocorkan data curian dari organisasi yang diserang ke domain publik menggunakan saluran bayangan di Telegram.

Editor: Eric Iskandarsjah

Related

award
SPSAwArDS