Indonesia dan Vietnam melakukan pembahasan terkait potensi peningkatan kerja sama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Summit ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Upaya ini dilakukan untuk mengejar target perdagangan kedua negara sebesar US$ 15 miliar atau setara dengan Rp 221,3 triliun (kurs Rp 14.749 per US$).
Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri menuturkan kedua negara sangat optimistis akan bisa mendapatkan peluang-peluang perdagangan baru. Kendati demikian, penghambat perdagangan internasional antara Indonesia dan Vietnam perlu dikurangi melalui perjanjian khusus.
BACA JUGA: Indonesia Bakal Dorong Pembangunan Desa di KTT ASEAN 2023
“Kedua pemimpin membahas mengenai upaya untuk memenuhi target perdagangan sebesar US$ 15 miliar untuk tahun 2028. Dengan syarat bahwa semua restriksi perdagangan atau hambatan perdagangan dapat dikurangi, kalau tidak bisa dihilangkan sepenuhnya,” kata Retno melalui keterangannya, Rabu (10/5/2023).
Setelah pembahasan intensif kedua negara, kata Retno, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Pham Minh Chinh juga sepakat untuk segera bernegosiasi mengenai perjanjian investasi bilateral atau bilateral investment treaty. Kesepakatan ini terjalin seiring dengan meningkatnya investasi dari kedua negara.
BACA JUGA: Sambut KTT ASEAN 2023, Pesta Rakyat Labuan Bajo Libatkan 67 UMKM
Pada isu lainnya, kedua pemimpin negara sepakat untuk segera menyelesaikan pengaturan pelaksanaan dan proses ratifikasi terkait selesainya perundingan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kedua pemimpin sepakat agar implementing arrangement dan proses ratifikasi dapat segera diselesaikan.
Penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait dengan kelautan dan perikanan juga perlu segera diselesaikan. Setelah semuanya dipenuhi, maka potensi ekonomi Indonesia dan Vietnam dapat meningkat.
“Selain itu, kedua pemimpin juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang energi baru terbarukan,” kata Retno.
Sebagai informasi, dalam KTT ASEAN Summit ke-42 di Labuan Bajo Indonesia juga mendorong pembangunan desa dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM). Upaya ini dilakukan dengan membangun jejaring desa di negara-negara kawasan Asia Tenggara sebagai wadah kerja sama.
Langkah tersebut dilakukan lantaran tingkat kemiskinan di desa lebih tinggi dibandingkan masyarakat di perkotaan. Dengan demikian, upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan perlu menjadi prioritas.
Editor: Ranto Rajagukguk