Kekuatan Pria di Balik Riasan Kosmetik

marketeers article

Ada yang berbeda dari kampanya Maybelline di awal tahun. Setelah menggunakan sosok perempuan cantik Gigi Hadid dan Jourdan Dunn, kosmetik besutan L’Oreal itu untuk pertama kalinya menggunakan wajah seorang pria, Manny Guiterez.

Maybelline nampaknya mengikuti langkah kosmetik Covergirl yang lebih dulu menggunakan wajah laki-laki, yaitu selebgram James Charles. Begitupun dengan merek kosmetik Anastacia Beverllyhills yang menggunakan wajah vlogger Victor Ramos.

Manny yang memilik 3 juta pengikut di Instagram bertugas mempromosikan maskara terbaru Maybelline, Big Shot Mascara bersama dua beauty influencer lainnya, yaitu Shayla Mitchell dan Jackie Fowlers. Pria 25 tahun ini mengaku bahwa ketertarikannya pada dunia tata rias dimulai sejak ia kecil. Ia kerap menggunakan hiasan mata ketika teman-teman lelakinya bermain GI Joes,

“Beberapa tahun lalu, laki-laki dengan makeup tidak dilihat sebagai sesuatu yang normal. Namun, kini, laki-laki lebih terbuka dengan makeup,” ucapnya pada BBC news.

Manny Mua tanpa riasan make up
Manny Mua tanpa riasan make up

Manny dalam akun Twitternya (MannyMua733) mengubah slogan populer Maybelline menjadi “Maybe HE’s born with it, maybe it’s Maybelline”. 

Anne-Marie Nelson Bogle, Senior Vice President of Marketing Maybelline New York mengatakan, Mua (sapaan Manny) merepresentasikan sosok yang tepat dari produk terbarunya itu. Sekaligus mampu menginspirasi jutaan fans-nya untuk menjadi layaknya boss, seperti tertuang dalam pesan merek.

Memang, kaum Adam menggunakan riasan wajah bukan lah hal baru. Riasan wajah bahkan telah menjadi “perkakas” wajib bagi para musisi rock dan pop, seperti David Bowie, Keith Richard, dan Dave Navarro.

Justru, yang terbaru, mereka mulai memperoleh pengakuan akan tindakannya itu dari para publik. Trennya adalah makin banyak laki-laki yang mulai berada di garis terdepan sebagai wajah dari sebuah merek kecantikan. Ini berarti bahwa laki-laki menggunakan make up bukan lah hal tabu, sekaligus mendekonstruksi bahwa cantik bukan hanya milik perempuan semata.

Gay Market

Apa yang dilakukan merek-merek kosmetik di atas sebenarnya jawaban atas semakin potensialnya pasar LGBT. Meski masih mendapatkan tekanan, perlahan-lahan keberadaan mereka mulai diakui secara konstitusional di berbagai kawasan di dunia.

Memang sulit untuk mengungkapkan seberapa besar potensi pasar LGBT ini. Akan tetapi, berdasarkan riset yang dilakukan Simmons Market Research Beureau menunjukkan bahwa konsumen gay dua kali lebih besar kemungkinannya memiliki sebuah rumah, 5,9 kali lebih besar memiliki home theater, dan delapan kali lebih besar memiliki laptop apabila dibandingkan dengan konsumen heteroseksual.

Mengenai loyalitas konsumen, gay dianggap pihak yang cukup loyal dalam mengonsumsi suatu merek. Sebuah penelitian dari Harris Interactive & Witeck Combs Communications menemukan bahwa 74% dari konsumen Lesbi, Gay, Transgender dan Biseksual (LGBT) yang disurvei mengatakan mereka enggan membeli produk dari merek yang beriklan di sebuah program acara yang mengekspos pandangan negatif tentang kaum LGBT.

“Sementara, hanya 42% dari konsumen heteroseksual yang memberikan pandangan yang sama,” tulis riset itu.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

 

Related

award
SPSAwArDS