Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan jumlah pengguna rokok elektrik di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 2,2 juta orang. Angka tersebut meningkat 40% dibandingkan tahun 2021.
Edy Sutopo, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin mengatakan peningkatan jumlah pengguna rokok elektrik menjadi dampak positif untuk penanaman modal. Berbekal tren peningkatan jumlah pengguna rokok elektrik pemerintah tengah menjajaki investor potensial.
BACA JUGA: Kampanye Danone-AQUA Dukung Pengurangan Sampah Plastik di Laut
“Ada beberapa produsen rokok elektrik yang berminat investasi di Indonesia. Sepengetahuan kami, ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan,” kata Edy melalui keterangannya, Senin (7/11/2022).
Menurutnya, besarnya pasar rokok elektrik harus diwadahi pemerintah agar memberikan manfaat bagi masyarakat. Salah satunya dengan pengembangan terkait dengan mutu produk yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
BACA JUGA: Bidik Pasar Ekspor, Kemenperin Promosikan Produk Industri Pertahanan
Edy bilang standardisasi industri rokok elektrik akan mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi. Pemerintah juga mendorong riset dan pengembangan untuk industri rokok elektrik yang masih baru sehingga produk yang dihasilkan bisa sesuai standar konsumen dan memiliki dampak lebih kecil terhadap kesehatan.
Di sisi lain, pemerintah sangat memperhatikan kesehatan anak-anak di bawah umur. Terlebih rokok elektrik hanya boleh digunakan untuk orang berusia 18 tahun ke atas.
“Rokok elektrik ini untuk 18 tahun ke atas. Perlu pemerintah bersama-sama pelaku usaha dan media juga ikut mengawasi. Kami sangat concern tentang perokok anak dan tidak ingin generasi muda terdampak,” ujarnya.
Sementara itu, Teguh Basuki Ari Wibowo Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) menjelaskan pihaknya meminta kepada pemerintah agar dapat merelaksasi tarif cukai untuk tahun depan. Saat ini, cukai diatur dalam PMK No. 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.
Relaksasi diperlukan mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Pada 2021, kontribusi rokok elektrik terhadap penerimaan cukai negara dari industri hasil tembakau (IHT) senilai Rp 629,3 miliar atau hanya 0,3% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
“Dengan kontribusi pajak masih 0,3% dari total produk IHT, maka kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan,” ucap Teguh.
Pengusaha berharap agar pemerintah memberi relaksasi terhadap industri rokok elektrik karena sebagai sektor padat karya. Tercatat, jumlah tenaga kerja yang sudah terserap sekitar 80.000 hingga 100.000 orang.
“Tentu kalau ada relaksasi, menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan negara dan serapan tenaga kerja,” tuturnya.