Kemenristek Dikti Dorong Industri Manfaatkan Teknologi Tepat Guna

marketeers article

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) gencar melakukan kolaborasi dengan pihak industri dalam pemanfaatan teknoloi tepat guna. Kemenristek menilai kolaborasi ini penting dilakukan agar menciptakan banyak inovasi  yang dapat menjadi nilai tambah bagi industri itu sendiri, termasuk industri farmasi.

Seperti yang dilakukan Kemenristek Dikti dalam mendukung industri farmasi. Kemenristek Dikti mendukung pembangunan pabrik garam farmasi Kimia Farma. Dalam industri farmasi, garam farmasi ini digunakan sebagai bahan baku sediaan infus, pelarut vaksin, hingga minuman kesehatan.

“Hampir 92% bahan baku obat (BHO) yang dibutuhkan industri harus diimpor, termasuk garam farmasi. Padahal, Indonesia bisa memproduksi garam farmasi ini untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi. Bahkan, garam farmasi di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia,” kata Menristek Dikti Mohamad Nasir dalam acara MarkPlus Center di Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Nasir menambahkan, kapasitas produksi pabrik tersebut adalah 2.000 ton per tahun untuk tahun ini. Tahun depan, lanjut Nasir, kapasitas pabrik akan ditingkatkan 4.000 ton per tahun sehingga total kapasitas produksi menjadi 6.000 ton.

Bukan hanya di industri farmasi, Kemenristek Dikti turut mendukung pengembangan industri otomotid. Dalam hal ini, Kemenristek turut memberikan dana pengembangan motor listrik Gesits (Garasindo Electronica dan ITS). Pada 12 November lalu, motor listrik tersebut berhasil menjalani uji jalan Jakarta-Bali sejauh 1.400 km. Uji jalan yang dilakukan sejak 7 November lalu berjalan lancar tanpa kendala.

Uji jalan bertajuk Tour de Jawa-Bali ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan kelayakan sepeda motor listrik tersebut agar dapat diproduksi secara massal di kemudian hari. Segala aspek kelayakan, seperti kapabilitas, performa dan efisiensi yang ditempuh dalam berbagai macam kondisi jalan dan cuaca ini akan menjadi acuan dalam penyempurnaan produk tersebut.

Nasir menambahkan, dalam pengembangan teknologi ini, Indonesia masih mempunyai masalah terkait kurangnya wirausaha berbasis teknologi. Ia menyebut, jumlah wirausaha di Indonesia hanya 1,67% dari total penduduk dan hanya 0,43% yang menjalankan usaha berbasis teknologi. Sementara Malaysia sudah 3% dan Korea Selatan sudah mencapai 6%.

“Untuk itu, tugas kami mendorong industri maupun wirausaha untuk memiliki teknologi tepat guna yang nilai ekonominya berbasis teknologi bukan sekadar berbasis volume,” tutup Nasir.

Editor: Sigit Kurniawan

Related