E-commerce atau perdagangan elektronik yang bergerak positif pada tahun lalu, membuat para pemain optimistis mendulang kesuksesan tahun ini. Sejak berkembang enam tahun silam, para pemain e-commerce kian ditantang untuk menelurkan inovasi teknologi dalam mendukung proses bisnis perusahaan. Tak heran, banyak tren yang mencoba meraba pergerakan industri ini.
Setidaknya, ada empat tren yang menurut Co-Founder & Country Head of Shopback Indonesia Indra Yonathan akan memengaruhi industri penjualan daring sepanjang Tahun Anjing ini. Keempat tren tersebut bisa saja terjadi, namun bisa pula gagal. Sebab, teknologi sebagai inti dari bisnis e-commerce pada dasarnya tak pernah ajeg.
1) Performance Marketing 2.0
Selama ini, performa pemasaran suatu perusahaan e-commerce dihitung berdasarkan metrik seperti impression dan cost per click (CPC). Akan tetapi, pada tahun ini, pemain dituntut untuk fokus mengkonversi bujet pemasaran menjadi selling (penjualan). Dalam kata lain, jangan terjadi kondisi di mana impresi yang didulang tinggi, namun order yang dihasilkan sedikit.
“Trafik tinggi, namun order (pesanan_red) tidak ada, untuk apa? Marketer harus bisa mengkonversi bujet pemasaran menjadi sales,” terang Yonathan saat menjadi pembicara di Jakarta eCommerce Night di satu restoran di Menara BTPN Jakarta, Kamis, (25/1/2018).
2) Mirco moment marketing
Penggunaan perangkat mobile menciptakan kebiasaan baru bagi konsumen untuk melakukan pencarian pada produk/brand sebelum memutuskan pembelian. Pelanggan biasanya menggunakan kata kunci tertentu untuk mencari produk, lalu membanding-bandingkan harga dan variabel lainnya dari yang mereka temukan di dunia online.
Menurut Yonathan, konsumen cenderung melihat produk di toko offline, namun bertanya-tanya di dunia online. Nah, merek yang melakukan micro-marketing dengan baik, seperti berada di tiga teratas laman pertama Google, biasanya berhasil meyakinkan konsumen untuk melakukan pembelian.
“Jadikan merek Anda sebagai adviser. Beri pelanggan input yang informatif seputar merek yang mampu meyakinkan mereka untuk membeli,” terang dia.
3) Loyalty Point Era
Teknologi membuat Customer Relationship Management (CRM) penuh terobosan baru. Gaya mengumpulkan stamp rasanya sudah tidak relevan lagi dengan perilaku konsumen yang kian mobile. Metode poin lantas menjadi pilihan menarik untuk me-retain pelanggan lama.
Entah siapa yang mempopulerkan sistem ini, namun beberapa pemain digital seperti Tokopedia dan Go-Jek terbilang sukses menjadikan sistem poin sebagai CRM gaya baru.
“Pola pikirnya adalah customer oriented. Ketimbang fokus mencari konsumen baru, mempertahankan konsumen lama jauh lebih efektif,” ujar Yonathan.
Karenanya, ia bilang, tren ke depan akan banyak pemain digital menggunakan konsep poin untuk menjaga pelanggan lama mereka.
4) Seamless customer experience
Bujet pemasaran pada tahun ini juga akan tersedot untuk meningkatkan customer experience selama berada di situs (misalnya e-commerce). Menurut Yonathan, sudah tidak zamannya lagi memberikan voucher potongan harga. Sebab, cara tersebut tak mampu secara konsisten membuat konsumen berbelanja kembali di e-commerce itu.
Ada dua hal yang perlu ditingkatkan terkait customer experience. Pertama, logistik, dan kedua adalah payment atau sistem pembayaran. Dari dua hal tersebut, e-commerce dengan sistem pembayaran yang memudahkan pelanggan bisa mencuri perhatian pada tahun ini.
“Tahun ini seharusnya tidak lagi mesti membayar menggunakan kartu atau cash. Pembayaran sudah di dalam dompet elektronik,” tutur dia.