Kenapa Fenomena Kutu Loncat Merugikan Perusahaan dan Karyawan?

marketeers article
lovely sweet female fresh graduate wearing suit waiting new work interview and sitting on wood floor chair making pray gesture hopping successful in white wall room.

Pernahkah Anda mendengar istilah kutu loncat? istilah ini sering terlontar pada dunia kerja merujuk pada karyawan yang sering sekali berpindah-pindah perusahaan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pindah perusahaan. Hanya saja para kutu loncat ini bisa berpindah hingga 2-3 perusahaan dalam waktu satu tahun.

Apakah adanya kutu loncat ini berdampak positif bagi perusahaan? Tentunya tidak. Adanya kutu loncat tidak baik bagi return of investment dari perusahaan. Ketika sebuah perusahaan memperkerjakan seseorang secara langsung dan tidak langsung mereka melakukan investasi kepada orang tersebut. “Idealnya orang itu dua tahun lamanya di dalam satu posisi yang sama,” ujar Eric Mary, Country Manager Robert Walters Indonesia.

Waktu dua tahun menurut Eric adalah jangka waktu yang ideal bagi seseorang untuk membuktikan kinerjanya. Tahun pertama adalah untuk mempelajari seluruh seluk beluk dari posisi yang diemban. Sembari dalam satu tahun itu karyawan bisa membangun skill yang memang bisa menunjang performanya. Baru pada tahun kedua, setelah memahami tugas dan kewajibannya, maka karyawan bisa mengoptimalkan kinerjanya hingga akhir tahun kedua.

Tapi, fenomena kutu loncat tidak bisa serta-merta disalahkan langsung kepada karyawan. Ada dua sisi yang harus dilihat, sisi karyawan dan sisi perusahaan. Dari sisi karyawan, kita harus melihat alasan pasti kenapa ia berpindah. Apakah itu masalah gaji, lingkungan, tugas dan beban kerja, atau hal-hal di luar itu.

Namun, bisa dipastikan alasan utama kenapa seseorang menjadi kutu loncat adalah mereka tidak mengambil cukup waktu untuk berpikir sebelum akhirnya menerima pekerjaan tersebut. “Harus dipikirkan baik-baik tawaran tersebut, apakah Anda yakin bahwa ini pekerjaan yang baik, pimpinan yang baik, dan beragam hal lainnya,” jelas Eric.

Kalau terlalu sering berpindah perusahaan akan membuat khawatir manager HR di perusahaan berikutnya. Karena apabila tidak ada perubahan, besar kemungkinan akan berpindah dalam waktu cepat. Biasanya fenomena kutu loncat dilakukan oleh fresh graduate. Di awal fenomena ini terbilang wajar. Namun, bagi Eric suatu waktu seseorang harus berhenti menjadi seperti itu.

Dari sisi perusahaan, Eric menilai kalau ada satu posisi yang selalu ada lowongan, maka bisa disimpulkan bahwa kondisi lingkungan tersebut tidak baik. Atau kondisi perusahaan tersebut tidak optimal. “Biasanya banyak turnover karena terlalu cepat dan terlalu banyak memperkerjakan karyawan. Bisa disebut bahwa mereka tidak paham struktur organisasi, atau peran-peran baru dalam jenjang karir,” tutup Eric.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

 

Related

award
SPSAwArDS