Warga sekitar Jabodetabek yang pergi ke kantor dari luar Jakarta ke jantung ibu kota sudah tidak asing lagi naik KRL. Selain bisa menghindari kemacetan, harganya pun relatif terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Dan, bukan rahasia lagi kalau gerbong-gerbong KRL ini dibeli secara bekas, bukan baru.
“Ya, betul, gerbong-gerbong KRL yang kami operasikan kami impor langsung dari Jepang,” ujar Manajer Komunikasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Eva Khairunnisa sebagai perusahaan yang mengoperasikan KRL di wilayah Jabodetabek itu. Menurutnya, pihak KCJ punya alasan tersendiri mengapa harus impor, dan bekas pula, serta mengapa tidak membeli baru.
Harga jadi alasan utama. Harga per gerbong bekas hanya Rp 600 juta sampai Rp 1 miliar. Berapa untuk harga baru? Harganya Rp 12 miliar sampai Rp 15 miliar per gerbong. Pengaruh harga murah itu akhirnya akan memengaruhi harga tiket KRL. Semakin mahal harga gerbong, semakin mahal pula harga tiket. Itu terjadi di Bandara Kualanamu, di mana harga tiket kereta bandara Railink dari Medan mencapai Rp 100 ribu. Pasalnya, Railink selaku operator kereta menggunakan kereta baru, bukan bekas.
“Berhubung kami menggunakan kereta bekas, harga pun bisa ditekan. Kalau pakai kereta baru, harganya bisa naik sampai sepuluh kali lipat. Bayangkan Jakarta – Bogor menggunakan KRL tiket per orangnya bisa mencapai Rp 100 ribu. Sedangkan masyarakat kita yang memakai KRL sehari-hari, naik Rp 500 saja sudah amat sensitif,” jelas Eva.
Kalau dihitung berdasarkan waktu operasionalnya, gerbong-gerbong bekas itu sudah berusia 20 sampai 25 tahun di Jepang. Dengan usia itu, pasti akan banyak yang bertanya-tanya bagaimana dengan kelayakannya. Menurut Eva, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kondisi gerbong bekas tersebut. Semuanya dijamin layak pakai oleh KCJ.
“Gerbong-gerbong bekas itu ketika masih digunakan di Jepang dirawat dengan sangat baik. Setiap empat tahun sekali mereka mengganti semua perangkat interiornya sehingga terlihat segar dan baru lagi. Perawatan mesinnya apalagi. Jadi, ketika kami membeli dari Japan Railway, perusahaan produsen kereta di sana, kondisinya masih sangat baik. Di sini, kami mempunyai teknisi andal yang bisa rawat berbagai jenis kereta,” sambung Eva.
Dan, Jepang menjadi tujuan impor, bukan negara lain, karena secara teknis ukuran gerbong kereta Jepang sangat pas dengan ukuran rel di Indonesia. Jangan salah, bukan KCJ saja yang mengincar gerbong kereta bekas dari Japan Railway. “Operator-operator kereta di pinggiran-pinggiran Jepang juga mengincar apa yang kami incar juga,” tutup Eva.