Keragaman dalam Timnas dan Kemampuan Pemain Lokal Beradaptasi

marketeers article
Ilustrasi pemain Timnas. (FOTO: PSSI)

Oleh Christina Nawang Endah Pamularsih, Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNSOED, Purwokerto.

Satu topik yang dibahas dalam Ilmu Manajemen Operasional adalah Managing Diversity in the Workplace. Hal ini berkaitan dengan apa yang tengah dirasakan oleh publik Indonesia, khususnya penggemar sepakbola, yang sedang merasakan euforia yang tinggi dengan keberhasilan dan pencapaian Tim Nasional (Timnas).

Karenanya, topik Managing Diversity in the Workplace menjadi terasa relevan untuk memahami pengelolaan timnas dipandang dari ilmu manajemen.

Russel dan Tailor (Operations Management) menjelaskan bahwa persoalan dan tantangan dalam Managing Diversity in the Workplace ialah “Agar sukses dengan tenaga kerja yang beragam, perusahaan harus menyediakan iklim di mana semua karyawan merasa nyaman, dapat melakukan pekerjaan mereka, merasa dihargai oleh organisasi, dan merasa bahwa mereka diperlakukan dengan adil. Namun, ketidaksetaraan sering kali terjadi pada karyawan karena ras, jenis kelamin, agama, asal budaya, usia, dan keterbatasan fisik atau mental”.

BACA JUGA: Repositioning Timnas Sepak Bola Indonesia di Pentas Dunia

Timnas Indonesia sendiri, Baik para pemain, pelatih, dan pimpinan sepak bola Indonesia selama putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026 tengah diwarnai dengan keragaman yang sangat kental. Mengingat, saat ini unsur-unsur dalam Timnas diwarnai oleh beragam asal-usul baik dari berbagai wilayah di Indonesia dan dari berbagai negara seperti Korea dan Belanda.

Mengelola keragaman di tempat kerja, terutama dalam konteks manajemen sepak bola, mencerminkan prinsip-prinsip yang sangat luas.

Mungkin lebih luas daripada penjelasan yang dibuat oleh ilmu manajemen di ruang-ruang kuliah. Karenanya, klub sepak bola dan tim nasional sering kali menjadi contoh keberagaman.

Pada level global, hambatan komunikasi dapat muncul karena perbedaan bahasa.

Tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan mempekerjakan penerjemah, atau setidaknya menjelaskan pada seluruh pemain kosakata kunci dan berbagai terminologi yang digunakan secara universal dalam sepak bola.

Keragaman etnis dan budaya juga dapat memengaruhi cara para pemain berinteraksi satu sama lain di dalam dan di luar lapangan. Sebagai contoh, dalam budaya multikultural sepak bola Liga Eropa, keragaman justru menjadi aset dan bukannya rintangan, yang memungkinkan gaya bermain dan strategi yang berbeda.

BACA JUGA: Agresif, Pemain Timnas Ini Resmi Dipinang Brisbane Roar

Dalam Timnas Indonesia, tim ini terdiri dari pemain asli Indonesia, pemain naturalisasi Belanda, dan anggota tim pelatih asal Korea, di bawah komando Shin Tae-yong.

Shin Tae-yong, sebagai pelatih asal Korea, membawa filosofi khas sepak bola yang menggabungkan karakter disiplin, terstruktur, dan pola pikir menyerang. Shin Tae-yong dianggap telah mengadaptasi pendekatannya agar dapat terhubung lebih baik dengan para pemain Indonesia dan naturalisasi, sambil tetap mempertahankan ekspektasi yang tinggi.

Kita mengambil tiga pemain Jay Idzes, Ragnar Oratmangoen, dan Maarten Paes sebagai contoh para pemain naturalisasi yang hampir semuanya dari Belanda.

Mereka lahir dan dibesarkan di Belanda, membawa gaya sepak bola Eropa, yang sering berfokus pada ketepatan, keterampilan teknis, dan permainan strategis.

Jay Idzes, kapten tim dalam dua pertandingan terakhir dalam putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026, dikenal karena kemampuannya dalam bertahan, namun perannya di tim Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar kontribusi teknis.

BACA JUGA: IMS 2024: Menguatkan Daya Saing Lewat Manajemen Transformatif

Ia membutuhkan pemahaman tentang dinamika lokal Indonesia dan chemistry tim. Shin Tae-yong menunjuknya sebagai kapten tim artinya ia percaya bahwa Jay Idzes mampu memerankan peranan jembatan kultural antar pemain.

Ragnar Oratmangoen dan Maarten Paes juga harus beradaptasi dengan gaya komunikasi dan ekspektasi yang berbeda di lapangan, terutama saat berkolaborasi dengan pemain asli Indonesia yang mungkin tumbuh dalam sistem sepak bola yang berbeda.

Di sisi lain, para pemain asli Indonesia memiliki tantangan yang mirip, tetapi dalam arah yang berkebalikan dengan pemain naturalisasi.

Tantangan mereka dalam lingkungan yang beragam ini terletak pada usaha untuk menyelaraskan gaya mereka dengan para pemain naturalisasi dan filosofi metode dan sistem pelatihan internasional.

Dalam konteksi ini, mari kita bahas Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan yang mewakili talenta asli Indonesia secara lebih luas dan mendalam. Apa yang menjadi tantangan dan kesulitan mereka berdua adalah tantangan dan kesulitan bagi para pemain Indonesia lain pada umumnya, dimana mereka harus belajar jika menghadapi kasus dan situasi yang sama.

Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan adalah pemain muda dengan harapan lebih terbuka untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Kemauan mereka untuk bersikap fleksibel dalam menerima budaya rekan-rekan Belanda mereka dan pelatih Korea dapat memperkuat dinamika tim secara keseluruhan. Mereka mungkin perlu menjembatani kesenjangan budaya, terutama terkait dengan gaya komunikasi, karena pemain Belanda dikenal dengan gaya komunikasi yang langsung, sementara pelatih Korea cenderung berorientasi pada kedisiplinan dengan fokus pada disiplin taktik, pressing tinggi, dan menuntut banyak dari para pemain kondisi fisik yang kuat.

Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan harus berintegrasi dalam sistem ini dan mempertahankan etos kerja yang dibutuhkan oleh gaya kepelatihan Korea.

BACA JUGA: Buka Pasar Baru, Ortuseight Football Rilis Sepatu Bola Seri Doraemon

Pemain Belanda, yang dikenal dengan keterampilan teknis yang kuat dan kecerdasan taktis sepak bola (berasal dari filosofi ‘Total Football’), dapat membantu meningkatkan level permainan para pemain Indonesia.

Kemampuan mereka untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan berkolaborasi secara efektif dengan pemain dari berbagai latar belakang akan menjadi penting bagi kohesi tim.

Shin Tae-yong sering mendorong pertumbuhan individu dalam konteks tim, yang berarti Rizky dan Marselino mungkin akan diberi kesempatan untuk mengambil peran kepemimpinan.

Hambatan bahasa bisa menjadi tantangan, karena pemain Belanda dan pelatih Korea tidak berbahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris pun bukan bahasa asli mereka, dan mereka merasa lebih natural menggunakan bahasa ibu.

Dengan demkian, ada banyak kompleksitas dan kesalahpahaman yang mungkin berlangsung. Kemampuan Rizky dan Marselino untuk meningkatkan kemampuan bahasa mereka atau beradaptasi melalui komunikasi non-verbal akan sangat penting untuk memastikan interaksi yang lancar selama latihan dan pertandingan.

BACA JUGA: 5 Langkah Manajemen Waktu yang Efektif untuk Entrepreneur

Membangun pemahaman bersama mengenai ‘tujuan tim’ dan mengatasi kesalahpahaman budaya akan membutuhkan kecerdasan emosional, yang dapat dibina oleh Rizky dan Marselino melalui keterbukaan dan kesabaran.

Tantaganaya adalah, beradaptasi dengan rekan setim baru dan pelatih asing bisa menimbulkan tekanan psikologis, namun dalam wawancara-wawancara di media massa kedua pemain ini telah menunjukkan kedewasaan dalam kompetisi internasional sebelumnya.

Kemampuan mereka untuk tetap tangguh secara mental, mengelola ekspektasi, dan fokus pada performa akan menjadi kunci.

Secara keseluruhan, Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan kemungkinan akan beradaptasi dengan baik di tim nasional Indonesia di bawah bimbingan Shin Tae-yong dan bersama para pemain naturalisasi Belanda.

Apa yang sudah berlangsung selama kurang lebih lima tahun terakhir ini menunjukan contoh konkret bagaimana Managing Diversity in the Workplace dipraktikkan dan diperlihatkan di camp pelatihan yang dipimpin oleh Shin Tae-yong.

Related

award
SPSAwArDS