Ketahui 3 Fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta, Jadi Warisan Dunia UNESCO

profile photo reporter Ratu Monita
RatuMonita
20 September 2023
marketeers article
Sumbu Filosofi Yogyakarta ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. (Sumber: Pemprov Jogja)

Sumbu Filosofi Yogyakarta ditetapkan sebagai world heritage atau warisan dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO). Penetapan tersebut dilakukan dalam Sidang Luar Biasa ke-45 Komite Warisan Dunia yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, pada 10-25 September 2023. 

Selain itu, kabar tersebut juga diumumkan melalui akun resmi Twitter UNESCO @unesco, Senin(18/9/2023).

“Inskripsi baru pada Daftar Warisan Dunia @UNESCO: Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Situs Bersejarahnya, #Indonesia 🇮🇩. Bravo!” tulisnya.

Dikutip dari laman resmi Pemda DIY, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan keberhasilan tersebut adalah hasil kerja sama semua pihak dan merupakan penghargaan atas mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono I selaku pemrakarsa Sumbu Filosofi.

BACA JUGA L’Oréal Indonesia Kembali Gelar L’Oréal-UNESCO For Women in Science

Sesuai namanya, Sumbu Filosofi merupakan sebuah warisan budaya yang penuh dengan filosofi tinggi, sehingga wajib dilestarikan dengan segala atribut yang menyertainya.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat, yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia yang memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang,” ujar Sri Sultan.

Sri Sultan berharap penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan, untuk menciptakan dunia baru yang lebih baik pada masa depan. Nilai luhur ini dapat menjadi inspirasi dan referensi untuk mewujudkan dunia yang lebih baik.

Lantas seperti apa Sumbu Filosofi Yogyakarta? Berikut ini fakta selengkapnya:

1. Gagasan Sultan Hamengku Buwono I

Seperti yang disampaikan sebelumnya, Sumbu Filosofi merupakan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, yang merupakan pendiri Keraton Yogyakarta. Dilansir dari situs Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, saat mulai membangun Kota Yogyakarta di tahun 1755, Sultan Hamengku Buwono I membuat sebuah konsep dalam tata ruang Kota Yogyakarta.

BACA JUGA Peran Penting Translate dalam Pertukaran Informasi Lintas Budaya

Adapun konsep ini dirancang berdasarkan prinsip Jawa yang mengacu pada bentang alam sekitar, seperti gunung, laut, sungai, dan daratan. Prinsip utama dari pembangunan Keraton Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawono. 

Artinya, membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Kemudian, konsep-konsep tersebut diejawantahkan oleh Sultan Hamengku Buwono I, menjadi Sumbu Filosofi Yogyakarta yang di dalamnya terdapat unsur Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta (daratan), dan laut selatan.

2. Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sumbu Filosofi memiliki makna yang mendalam. Dilansir dari laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sumbu Filosofi Yogyakarta menggambarkan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi.

Perjalanan dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta mewakili konsep sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara itu, perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju ke Keraton Yogyakarta mewakili filosofi paran (tujuan), yaitu perjalanan manusia menuju Sang Pencipta.

Dikutip dari Visiting Jogja, panggung Krapyak menggambarkan perjalanan manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu, beranjak dewasa, menikah sampai melahirkan anak, atau konsep sangkaning dumadi.

BACA JUGA Dorong Budaya Inovasi, i3L Gelar Kompetisi Inovasi Skincare

Selanjutnya, Tugu Golong Gilig melambangkan bersatunya seluruh kehendak untuk menghadap Sang Pencipta. Warna putih dipilih untuk melambangkan kesucian hati yang harus menjadi dasar upaya menghadap Sang Pencipta.

3. Jadi Warisan Budaya Dunia ke-6 di Indonesia

Penetapan ini menjadikan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia UNESCO ke-6 dari Indonesia pada kategori budaya. Sebelumnya, UNESCO telah menetapkan lima warisan budaya Indonesia. 

Meliputi, kompleks Candi Borobudur (1991), kompleks Candi Prambanan (1991), dan Situs Prasejarah Sangiran (1996). Kemudian, Sistem Subak di Bali sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana (2012) dan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto (2019).

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS