Bertemu di sebuah kedai kopi menjadi rutinitas harian masyarakat urban Indonesia. Dari mulai meeting bisnis, mengejarkan tugas kuliah, ngobrol santai, arisan, hingga kencan pertama. Semua bisa dilakukan di sebuah kedai kopi. Namun, perlahan tapi pasti, kedai kopi punya pesaing yang kini berevolusi layaknya kedai kopi. Ya, it’s a bubble tea.
Bubble tea (ada yang menyebutnya dengan Boba Tea) adalah minuman populer asal Taiwan yang berkembang sejak tahun 1980an. Minuman ini merupakan racikan dari teh -baik teh hijau atau hitam- yang dicampur dengan susu dan ditambah sejumlah sirup serta topping tertentu, seperti cincau, agar-agar, rumput laut, dan lainnya.
Sebenarnya, tidak ada korelasi signifikan antara minuman ini dengan namanya. Sebab, bubble atau gelembung yang dimaksud mengacu kepada buih-buih susu yang dihasilkan jika minuman ini disajikan dingin dan dikocok terlebih dahulu. Sementara “boba” berasal dari bahasa gaul Taiwan yang berarti bola dalam minuman ini yang dibuat dari tepung tapioka.
Para pemain besar bubble tea semakin menampakkan eksistensinya di kancah internasional. ChaTime misalnya, memiliki lebih dari 2.000 gerai di seluruh dunia. Perusahaan ini bahkan terdaftar di bursa saham Taiwan (melalui perusahaan induk La Kaffa) dengan kapitalisasi pasar US$ 71,5 juta.
Pemain besar lainnya, Gong Cha memiliki lebih dari 1.000 toko dan membuka lebih dari seratus gerai baru per tahun. Adapula CoCo Fresh yang juga cukup berkembang di pasar Afrika Selatan, Asia, dan Amerika Utara.
Satu lagi pemain lawas adalah Sharetea. Masih berasal dari negara yang sama, Merek yang berdiri sejak tahun 1992 itu telah mengembangkan bisnisnya di 18 negara dengan membuka 450 gerai, di antaranya di Australia, Macau, Filipina, Amerika Serikat, Dubai, Hong Kong, dan Indonesia.
Di negeri ini, Sharetea pertama kali hadir pada tahun 2012 di Paza Semanggi, Jakarta, lewat tangan master waralaba PT Prime Restaurant Indonesia. Sang pemilik waralaba itu pun bertekad mengembangkan Shareta hingga 500 gerai dalam lima tahun ke depan dari saat ini yang berjumlah 52 gerai.
Jika biasanya gerai bubble tea hanya berupa stan kecil dengan dua baris antrean dan dikonsumsi secara on the go, Sharetea mencoba mengubah image itu. Di gerainya yang berlokasi di Central Park, Sharetea mengubah semua branding yang mereka miliki, mulai dari logo, bentuk cup, menu, hingga interior gerai. Kini, konsumen bisa “duduk-duduk cantik” sembari menyeruput teh, layaknya berada di sebuah kafe.
Dengan nama baru Sharetea 8, ini menjadi gerai premium Sharetea pertama di Indonesia dan kedua di dunia. Konsep gerai ini akan menjadi pilihan calon pemilik waralaba yang ingin membuka bisnis bubble tea dengan konsep yang berbeda dari konsep sebelumnya.
Muhammad Rizki, Marketing & Promotions Manager Sharetea Indonesia mengungkapkan, pihaknya menyadari bahwa konsumen ingin merasakan pengalaman yang lebih saat menikmati bubble tea, karena pengalaman adalah bagian dari gaya hidup. “Kami memberikan sitting area yang lebih besar serta fasilitas pendukung lainnya, seperti musik dan layar LCD,” kata dia.
Selain itu, lanjut Rizki, gerai premium ini hadir dengan bahan baku yang lebih premium dan sehat. Mengklaim lebih sehat karena kadar gula pada minumannya memang lebih rendah dari bubble tea kebanyakan. Barista yang bekerja pun tampil layaknya para barista kedai kopi, dengan paras muda, cantik, dan tampan.
“Diharapkan konsep ini membuat pelanggan yang hadir merasakan perbedaan yang kontras dari gerai lainnya,” ujarnya sambil menyebut beberapa menu baru Sharetea yang diluncurkan, seperti Creme Chantilly, Whole Fruit Tea, dan Mojito.
Meskipun Sharetea dan beberapa pemain bubble tea lainnya sedang masif berekspansi, akan tetapi mereka masih belum mencapai skala bisnis dari Starbucks dan kedai kopi lain seperti J.CO, Dunkin Donuts, Excelso, serta Maxx Coffee. Starbucks memiliki 360 gerai di Indonesia dan berhasil menyumbang 25% pendapatan bagi Divisi Food & Beverage PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Editor: Eko Adiwaluyo