Ketika China Menjadi ‘Juara’ Sekaligus ‘Penyelamat’ Piala Dunia 2018
Piala Dunia 2018 baru saja digelar. Namun, sudah terlihat siapa yang menjadi ‘juara’ di kompetisi empat tahunan ini. China merupakan ‘juara’ dari Piala Dunia tahun ini. Kehebatan China mampu mengalahkan benua Eropa dan Amerika. Bagaimana bisa China menjadi juara, padahal untuk lolos Piala Dunia saja negeri tirai bambu ini masih belum beruntung.
China berhasil menjadi ‘juara’ sebab sebanyak sepertiga dari keseluruhan sponsor Piala Dunia adalah brand yang berasal dari China. Piala Dunia tahun ini adalah sebuah momentum baru bagi para brand. Bagi Fifa sendiri, Piala Dunia tahun ini tidaklah mudah. Sebab beberapa sponsor terdekat yang sudah bertahun-tahun bergandengan tangan justru malah menjauh dari kompetisi terbesar sejagat raya ini. Emirates, Continental, Sony, Johnson & Johnson, dan Castrol memilih untuk menjauh dari Piala Dunia di Russia tahun ini.
Semua ini bermula pada tahun 2015, ketika Fifa sebagai institusi yang paling sakral dalam dunia sepak bola dihadapi oleh skandal korupsi yang maha besar. Skandal ini juga yang akhirnya meruntuhkan kepemimpinan Presiden Fifa, Sepp Blatter, yang sudah menjabat selama puluhan tahun. Tidak hanya soal skandal yang membuat banyak sponsor memilih untuk menjauh.
Russia sebagai tuan rumah masih mendapatkan stigma yang kurang baik dari beberapa brand tersebut, khususnya brand asal Amerika Serikat dan Eropa. Mulai dari isu politik, keamanan, hingga sosial menjadi alasannya.
“Russia telah menjadi masalah yang amat besar bagi brand dan sponsor karena amat sulit untuk membaca situasi yang ada di sana,” ujar Simon Chadwick, Professor Sport Marketing Universitas Salford.
Sejak tahun 2011, Fifa sudah tidak lagi mendapatkan sponsor baru dari benua Eropa ataupun Amerika. Hal ini jelas mempengaruhi pendapatan Fifa dari sisi sponsorship. Pendapatan dari sponsorship selama periode 2015-2018 dibandingkan dengan periode 2011-2014 mengalami penurunan.
Data dari Nielsen Sports World Football Report 2018 menunjukan ada pemasukan sebesar US$ 1,62 miliar pada 2011-2014. Ini terjadi sebelum skandal mega korupsi Fifa terungkap. Sementara pada 2015-2018 hanya tercatat sebesar US$ 1,45 miliar.
Tercatat saat ini Adidas, Coca-Cola, Gazprom, Hyundai Motors, Visa, dan Qatar Airways yang menjadi sponsor Piala Dunia. Piala Dunia tahun ini bisa menjadi badai yang amat besar buat Fifa, bila kapal penyelamat itu tidak datang berbenderakan China. Ya, beberapa brand asal China menjadi juru selamat bagi Fifa pada Piala Dunia kali ini.
Perusahaan properti Wanda Group, produsen yogurt dan es krim Mengniu, perusahaan elektronik Hisense, dan produsen smartphone Vivo menjadi bagian dari sederetan nama brand yang akan disaksikan selama 90 menit dalam 64 pertandingan. Empat brand ini berkontribusi sebesar 39% dari total kesepakatan sponsorship.
Seluruh panitia Piala Dunia akan menggunakan ponsel Vivo, belum lagi Vivo juga memiliki akses langsung untuk menggunakan konten ekslusif dari Fifa. Sementara Mengniu memiliki hak eksklusif untuk menjual es krim dan yogurt di dalam stadion selama ajang Piala Dunia. Mengniu juga sudah mengikat kontrak dengan Lionel Messi sebagai brand ambassadornya.
Bagi brand, Piala Dunia memberikan exposure yang amat dahsyat. Sebanyak 3,4 miliar orang menyaksikan Piala Dunia 2014. Bahkan pertandingan final antara Jerman melawan Argentina disaksikan lebih dari 1 miliar orang.
Namun, bukan hanya eksposure yang menjadi alasan brand China. Negeri Tirai Bambu ini berambisi untuk membawa Piala Dunia ke China, dalam artian menjadi tuan rumah. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa setelah Olimpiade 2008, China menegaskan hasratnya untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia. Terlebih Presiden Xi Jinping juga penggemar berat sepak bola. China ingin menjadi tuan rumah, dan Fifa pun ingin menjadikan China sebagai tuan rumah. Jadi, untuk memulai itikad yang baik diantara sesama ini, baik Fifa dan China memulai hubungannya dengan baik melalui kerjasama sponsorship di Russia.
Namun, adanya brand-brand China ini bukan berarti Fifa akan mudah saja mengatasi kondisi finansial mereka paska mega skandal. Setidaknya sampai 2022, Fifa masih akan kesulitan dalam mencari sponsor. Tahun 2022, Piala Dunia akan digelar di Qatar, pertama kalinya Piala Dunia akan digelar di daratan Timur Tengah.
Qatar dan Timur Tengah meskipun kaya bukan berarti minim konflik. Negara-negara teluk ini memiliki tensi yang tinggi terkait keamanan dan sumber daya alam. Qatar juga saat ini masih diboikot secara ekonomi dan diplomasi oleh negara tetangganya seperti Arab Saudi, UAE, dan Bahrain dengan tuduhan mendukung terorisme. Terlebih beberapa isu seperti sosial dan hak asasi manusia, yang biasanya menjadi sasaran krtitik dari LSM negara barat juga melanda Qatar.
Setidaknya Fifa diprediksi akan kembali merasakan angin segar pada Piala Dunia 2026 yang mana Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko akan menjadi tuan rumah.
Editor: Sigit Kurniawan