Target realisasi investasi Rp 678 triliun yang dipatok Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 2017 ini, akan sulit tercapai apabila pemerintah tidak segera membenahi problem investasi yang mengakar di dalam negeri, yaitu kurangnya pelayanan publik yang mendukung iklim investasi.
Kemudahan berinvestasi adalah satu program yang digenjot oleh pemerintah. terutama terkait perbaikan pelayanan investasi kepada investor. Ini guna mempermudah peluang investasi dari berbagai sektor industri, yang berujung meningkatkan perekonomian negara.
Berbagai terobosan pun dilakukan. Salah satunya adalah dengan menciptakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang bermarkas di BKPM. PTSP dibentuk pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo guna meningkatkan investasi di Tanah Air.
Harapannya, seluruh kementerian dan lembaga yang menerbitkan perizinan soal investasi, menyerahkan urusan tersebut kepada BKPM. Sehingga, proses perizinan dapat lebih cepat dan investor tidak perlu berkeliling di setiap kementerian.
“Lewat PTSP, penanaman modal bisa dilakukan semua sektor. Sebab, hampir semua sektor seperti kehutanan, pariwisata, dan perindustrian bisa diajdikan sektor usaha,” kata Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM Lestari Indah.
PTSP Pusat telah melayani 162 jenis perizinan dan non-perizinan, dengan 22 kementerian/lembaga yang menyatu dalam satu kantor dan telah menerbitkan lebih dari 25.000 izin.
PTSP pun dinilai berhasil membantu meningkatkan nilai investasi di Indonesia. Sepanjang tahun 2016, realisasi investasi mencapai Rp 612,8 triliun, meningkat 12,4% dari pencapaian tahun 2016 yang sebesar Rp 545,4 triliun.
Dari total investasi tahun 2016 itu, Rp 216,2 triliun berasal dari investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dengan pertumbuhan 20,5%. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) menguasai Rp 396,6 triliun atau tumbuh 8,4%.
“Akan tetapi, yang menjadi tantangan adalah koordinasi antar kementerian dan lembaga. Belum lagi dengan izin-izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Karena apa yang dilayani di BKPM merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ujarnya.
Yang juga menjadi problem adalah adanya beberapa izin yang masih belum jelas perihal kementerian atau lembaga yang mengatur. Ia memberi contoh soal perizinan senior living atau panti werdha sebagai bisnis yang belum secara spesifik diatur oleh pemerintah. “Akhirnya, sampai saat ini, (senior living) diserahkan kepada Kementerian Pariwisata,” tutur Lestari.
Begitupun dengan perizinan terkait tempat pemakaman umum komersil. Selama ini, TPA menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial karena bukan termasuk bisnis usaha. “Akan tetapi, kalau sudah dikomersialisasikan menjadi suatu bisnis, kami sedang mencari kementerian mana yang mengatur,” katanya lagi.
Lestari juga menegaskan bahwa, BKPM berupaya untuk menstandarisasikan berbagai kebijakan yang dibuat di pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten kota. Pasalnya, masing-masing layer punya kewenangan dalam menerbitkan izin.
“Ini terjadi pada sektor Lingkungan Hidup. Teman-teman kita di kabupaten/kota tidak boleh menerbitkan izin terkait lingkungan hidup, sebab sudah dibuat oleh pemerintah pusat. Kalau tidak dipahami, akan tumpang tindih,” terangnya
Selain itu, BKPM juga membuat terobosan kebijakan dengan layanan izin investasi 3 jam, serta program Kemudahan Layanan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK). Program ini memungkinkan para investor yang telah mengantongi izin prinsip atau izin investasi diperkenankan untuk langsung memulai konstruksi sambil mengurus izin-izin lain yang berlaku di daerah itu.
Layanan KLIK tersebut selama ini dimanfaatkan bagi investor yang bergerak di bidang properti dan kawasan industri.
Segala terobosan itu diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia, yang salah satu indikatornya adalah kenaikan peringkat Ease of Doing Business alias kemudahan dalam berbisnis. Laporan World Economic Forum mencatat bahwa Indonesia berhasil meningkatkan iklim investasinya dari posisi 106 menjadi 91 pada tahun 2016.
Editor: Sigit Kurniawan