KFC: Kami Bukan Brand Global Juga Lokal, Tapi Glokal

marketeers article
81826884 bangkok ,thailand- may 20 ,2017: colonel harland sanders statue standing in front of kentacky fried chicken restaurant (kfc)

Gerai waralaba fast food Kentucky Fried Chicken (KFC) memang berasal dari Negeri Paman Sam. Namun bukan berarti ketika masuk ke Indonesia beberapa dekade lalu, KFC tidak beradaptasi dengan lidah konsumen Indonesia. Mereka hadir sebagai brand global yang mencoba menyesuaikan dengan lidah lokal.

“Balik ke tahun 1971 di mana kami awal-awal ada di Indonesia, KFC mulai memperkenalkan cara baru makan ayam paling enak adalah sama nasi, bukan kentang. Lalu tahun kelima kami mulai perkenalkan kentang dan sup karena nasi ayam saja seret. Inovasi kami untuk adaptasi dengan lokal kemudian diadaptasi juga ke negara lain seperti Thailand,” ujar General Manager Marketing KFC Indonesia Hendra Yuniarto di Jakarta pada Rabu (15/11) 2017.

Walau berstatus brand global, Hendra menyatakan bahwa pendekatan komunikasi di Indonesia berbeda. Di satu sisi orang Indonesia masih memiliki persepsi positif terhadap brand beraroma western, tapi di sisi lainnya untuk kuliner senang dengan rasa lokal. Tidak heran makanan angkringan di pinggir jalan tetap ramai.

Makanya untuk itu KFC mencoba menunjukan jati diri sebagai brand bukan global juga lokal, tapi Hendra menyebutnya dengan glokal. Mereka mencoba mengkombinasikan keduanya, terutama soal produk. Wajar karena setiap gerai waralaba di tiap negara ada adaptasi dengan selera kuliner masing-masing penduduknya.

Dan rasa lokal brand global juga sudah diterapkan tidak hanya oleh KFC, tetapi waralaba lain. McDonald’s misalnya, beberapa waktu lalu memperkenalkan burger rasa rendang. A&W pun begitu, selain laris di produk ayam dan nasi, beberapa produk minumannya hadir dengan rasa buah lokal seperti mangga dan itu diklaim laris manis.

“Ada keunikan lain soal konsumen Indonesia, di mana masyarakat kita senang sekali sambal. Bahkan terkesan makan sambal pakai ayam, bukan ayam pakai sambal. Mereka minta piring kosong buat sambal dan itu habis. Makanya untuk semakin melokal, sambal kami berasal dari cabai-cabai lokal berbagai provinsi di Indonesia. Lidah lokal tapi untuk kualitasnya kami punya standar global,” sambung Hendra.

KFC Samrat

Mungkin yang sulit untuk dipungkiri adalah bahwa setiap gerai KFC yang dibuka di manapun selalu ramai. Terutama di wilayah-wilayah urban. Selain karena mengkombinasikan global dan lokal, menurut Hendra ramainya gerai-gerai KFC adalah karena faktor kecepatan.

Memang sebagai restoran fast food atau cepat saji, kecepatan sajian adalah menu utama. Konsumen datang, pesan, dan langsung sajikan. Dan konsep itu menjadi pilihan konsumen ketika mereka sedang berada di luar rumah.

“Yang orang kantoran datang karena waktu mereka sedikit jadi butuh makanan serba cepat. Yang keluarga juga sama, ingin yang serba simpel dan cepat. Plus kami seain ayam juga menyediakan makanan lain seperti burger sehingga banyak pilihan. Makanya gerai kami setidaknya bisa sampai dua lantai untuk memenuhi permintaan konsumen. Dan dari situ terlihat bahwa masuk ke KFC ternyata dikategorikan sebagai impulsive buying,” terang Hendra lagi.

Bahkan secara global, 20 gerai terbesar di dunia ada di Indonesia. Pun begitu dengan penjualan, di mana gerai dengan nilai penjualan terbesar ada di Indonesia. Bukan di Jakarta, tapi di kawasan Samrat di Kota Manado.

Tidak heran pangsa pasar gerai cepat saji khusus ayam Hendra mengaku mencapai 55%. “Karena kami benar-benar melebarkan sayap dari Aceh sampai Papua, terutama di kawasan-kawasan ramai. Makanya kadang kami merasa kompetitor utama bukan gerai cepat saji lain, tapi bagaimana bisa hadir relevan di tiap daerah yang kultur dan seleranya berbeda-beda,” tutup Hendra.

    Related