Banyak pelaku industri mengeluhkan tahun 2014 sebagai tahun yang berat. Pergunjingan politik yang terjadi dinilai menjadi pemicu utama terjadinya fluktuasi industri. Naik-turun atau stagnannya performa sebuah merek memang hal yang lumrah dan dapat dialami oleh semua merek. Hal ini juga berlaku bagi pemain industri otomotif, termasuk Daihatsu.
Sebagai pemain besar di Indonesia, Daihatsu menunjukan performa yang konsisten. Sejak tahun 2009, PT Astra Daihatsu Motor terus menancapkan cakarnya di posisi kedua pemilik pangsa pasar terbesar di Indonesia. Dari sisi produksi, sejak tahun 1978, Daihatsu memproduksi sebanyak 3.941.621 unit mobil di Indonesia.
Bagaimana kondisi bisnis Daihatsu pada tahun 2014?
Kalau kita melihat pasar otomotif secara nasional, telah terjadi penurunan penjualan sekitar 1,8% dibandingkan tahun lalu. Sementara, kami pada tahun lalu berhasil menyerap pangsa pasar sebesar 15,3% atau naik 0,2% dari tahun 2013.
Apa saja yang mendorong pertumbuhan bagi Daihatsu?
Banyak hal yang mempengaruhi. Dari sisi produk, Daihatsu tetap menawarkan produk yang terserap dengan baik oleh pasar. Desain yang ditawarkan oleh kami diserap dengan baik oleh konsumen. Produk kami rancang dengan harga yang menghasilkan nilai pasar yang unggul.
Untuk produk yang berkualitas internasional dan kondisi pasarnya mendukung, kami melakukan ekspor. Sementara, dari sisi fasilitas untuk pelanggan, kami beruntung telah memiliki jaringan yang luas. Sekitar 216 titik di seluruh Indonesia siap mendukung Daihatsu dalam memberikan layanan purna jual. Kami juga menanamkan budaya layanan kepada seluruh tim, mulai dari tim penjualan sampai teknisi bengkel dengan standar yang merata. Selain itu, kami memiliki kebijakan harga yang dibentuk berdasarkan riset pada daya beli dan kemampuan konsumen Indonesia.
Dari penjualan yang didapat, produk apa yang menjadi tulang punggung Daihatsu?
Dalam segmen yang berbeda, kami memiliki tiga produk yang menjadi backbone, yakni Grand Max, Xenia, dan Ayla. Ketiganya menyumbang persentase penjualan masing-masing sebanyak 39%, 25%, dan 22%.
Di tengah pertumbuhan segmen LCGC, bagaimana pengaruhnya terhadap segmen Low MPV?
Saat ini, keduanya memiliki segmen konsumen yang berbeda. Meskipun harga dari varian tertinggi LCGC hampir menyamai harga varian terendah Low MPV. Di Indonesia, mayoritas konsumen masih mencari mobil seven seater. Lalu, muncul LCGC yang menawarkan harga yang lebih terjangkau dan hemat BBM dengan luas bagasi yang cukup, seperti yang dimiliki Ayla. Saya kira masih ada batasan yang jelas antara kedua segmen ini. Dan, kemungkinan besar pasar Low MPV tidak akan terlalu terganggu oleh pasar LCGC.
Dalam merancang produk, apa saja poin pertimbangannya?
Kami selalu melihat pada besaran permintaan masyarakat. Kami juga melihat seperti apa potensi pasarnya. Kami akan melakukan kajian lebih lanjut untuk memasuki sebuah segmen.
Bagi konsumen, apa yang menjadi preferensi mereka dalam memiilih mobil?
Jika melihat segmen compact car atau mobil yang memiliki kapasitas mesin di bawah 1.500 cc, kian diminati oleh konsumen. Hal ini berarti, konsumen mempertimbangkan konsumsi BBM dan harga produknya. Lalu, konsumen kerap melihat mobil secara fisik. Konsumen akan melihat luas kabin yang dimiliki, kenyamanan, kemudahan melakukan servis perbaikan. Layanan purn jual menjadi pertimbangan yang tidak lepas dari keputusan pembelian masyarakat Indonesia.
Bagaimana dengan Daihatsu pada tahun 2015?
Kami akan melakukan beberapa penyegaran produk pada tahun 2015. Untuk sisi layanan purna jual, Secara garis besar kami menyediakan layanan mulai dari konsumen membeli hingga menjual produknya kembali. Layanan-layanan seperti tukar tambah juga kami sediakan ketika masyarakat ingin mengganti produk. Serangkaian pengalaman ini kami berikan untuk memenuhi seluruh kebutuhan konsumen. Soal target, kami belajar dari tahun lalu dan berpatokan pada target yang dicanangkan Gaikindo. Dengan melihat angka pertumbuhan industri nasional, kami akan mengambil target yang sama seperti tahun lalu.