Salah satu kepiawaian yang harus dimiliki para pelaku industri pariwisata adalah melihat peluang di setiap musim yang dialami oleh para wisatawan, baik wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus).
Sebab itu, pemahaman akan seasonal marketing juga penting untuk mendongkrak dan mempertahankan jumlah wisatawan. Hal tersebut diakui oleh I Gde Pitana selaku Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara. Kejelian melihat peluang di setiap musim ini penting – khususnya dalam rangka mencapai target 12 juta wisman pada tahun 2016 dengan proyeksi devisa sekitar Rp 172 triliun.
“Salah satu faktor paling penting dalam pariwisata adalah time atau season. Peak season selalu ditandai dengan penuhnya kamar hotel, penuhnya tiket pesawat, dan banyaknya pergerakan orang ke suatu tempat. Kondisi sebaliknya disebut low season,” ujar Pitana.
Tetapi, sambung Pitana, ada segmen lain yang kurang sensitif terhadap perbedaan musim tersebut, yakni MICE yang harus digarap juga sebagai kekuatan untuk mendatangkan turis ke Indonesia dalam rangka kerja, meeting, maupun konferensi.
Secara umum, peak season terjadi pada bulan Juni-Juli saat musim libur sekolah maupun summer break. Hal yang sama juga terjadi pada minggu kedua Desember sampai minggu pertama Januari yang mana ada Natal, Tahun Baru, dan winter break.
Pitana menambahkan, masing-masing negara memiliki waktu sendiri untuk berpergian. Singapura sudah mulai liburan sejak Oktober. Sebulan kemudian, November, menyusul Malaysia. Sementara, China libur pada Februari, Mei, dan Oktober karena perayaan keagamaan seperti Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya. Tak hanya itu, musim langka seperti Gerhana Matahari Total pun bisa dimanfaatkan.
Promosinya pun beragam, dari yang soft promotion seperti public relations sampai hard promotion dengan diskon, insentif, iming-iming, dan sebagainya. Mereka juga bisa diberi familiarization trip untuk pasar Korea Selatan di Palembang, Jepang di Halmahera, serta promosi di media internasional.
“Yang kami lakukan adalah kami selalu berpromosi jauh-jauh hari sebelumnya sehingga mereka sudah menggagendakan diri melancong ke Indonesia. Untuk wisman China, misalnya, yang libur Oktober, kami promosi pada Juli karena biasanya mereka memutuskan perjalan dalam kurun dua bulan,” kata Pitana.
Pitana menegaskan, Kemenpar mencoba memahami secara detail karakter pasar wisatawan di masing-masing negara sehingga bisa melakukan aktivitas pemasarn secara tepat dan efektif. Untuk wisman asal Australia, misalnya, strategi konsumer yang dikedepankan. Alasannya, mereka akan membeli tiket, buking hotel, secara mandiri. Beda dengan wisman asal China. Biasanya, diperlukan bantuan travel agent karena mereka pergi secara berkelompok.
“Kami juga berusaha agar low season, wisman yang datang tidak terlalu rendah. Sebab itu, kami membuat program-program untuk mengisi low season ini. Biasanya yang kami gelar adalah program yang sifatnya setengah kerja dengan MICE. MICE ini untuk wisman yang bekerja, seminar, menggelar pameran, dan sebagainya,” katanya.
Sementara itu, Kemenpar memfokuskan pemasaran pariwisata pada 16 pasar. Di anatra 16 pasar tersebut, lima negara mendominasi sebagai penyumbang wisman ke Indonesia, antara lain Singapura, Malaysia, Great China (China Daratan, Taiwan, dan Hong Kong), Australia, Jepang, dan Korea. Pitana melihat China memiliki pertumbuhan paling tinggi dan diperkirakan China akan menjadi penyumbang terbesar pada tahun ini.