Kimia Farma: Bertransformasi untuk Melawan Disrupsi

marketeers article

PT Kimia Farma Apotek (KFA). Terus bertransformasi. Melihat banyak ritel di Indonesia yang berguguran sejak tahun 2016 akibat perubahan perilaku dan kebiasaan konsumen dalam berbelanja. Hal ini disebabkan dengan teknologi yang mendorong digitalisasi, sehingga terjadi disrupsi dalam berbagai sektor industri.

Langkah pertama yang diterapkan oleh Kimia Farma Apotek adalah dengan merombak tampilan apoteknya. Pencetusnya tentu saja Syahrial Panggabean. Dirinya yang telah bekerja di Kimia Farma Apotek sejak 1999, mata elangnya melihat perubahan industri mengantarkan dirinya pada sebuah ide Bahwa Kimia Farma Apotek harus bertahan di tengah disrupsi industri ritel di Indonesia.

“Konsumen sekarang menyukai hal-hal yang lebih terpersonalisasi, karena itu yang mereka dapatkan saat mengakses e-commerce. Di platform e-commerce, mereka dapat melihat detail produk dengan jelas dan testimoni pembeli sebelumnya. Hal ini yang tidak dilakukan oleh pelaku pasar ritel. Tidak ada before dan after sales service yang konkret. Inilah yang ingin kami hadirkan di konsep baru outlet Kimia Farma. Transformasi ini sekaligus memperlihatkan komitmen kami untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik,” kata Syahrial Panggabean, Direktur Operasional PT Kimia Farma Apotek.

Kimia Farma Apotek menerapkan one stop solution untuk melancarkan transformasinya. Anak perusahaan PT Kimia Farma Tbk ini menghadirkan jaringan apotek yang tampil kekinian dengan pelayanan konsumen terkait kebutuhan obat-obatan dan pelayanan kesehatan yang tidak kalah modern.

Transformasi ini kemudian diperkuat dengan pembentukan tenaga apoteker. Hal ini demi meningkatkan strategi before dan after sales service yang ingin diperkuat oleh Kimia Farma Apotek. Menerapkan sistem Medication Therapy Management, apoteker bisa berkomunikasi dengan pasien, terkait dengan keperluan pemantauan terapi pasien, efikasi obat, hingga outcome terapinya.

Transformasi berikutnya adalah transformasi kanal penjualan. Industri yang serba digital yang disertai dengan kebiasaan baru konsumen belanja online mendorong KFA melakukan transformasi digital. Wujud konkretnya dengan membuka jaringan apotek online.

Kanal online ini melengkapi jaringan apotek offline KFA yang saat ini memiliki lebih dari 1.300 outlet, 565 klinik, 63 laboratorium diagnostik, tiga klinik kecantikan, dan sepuluh outlet optik di seluruh Indonesia. Syahrial menambahkan, kanal-kanal online dibentuk untuk menjawab customer journey yang baru. Konsumen yang didominasi segmen milenial ini, sambung Syahrial, memanfaatkan dua kanal, online dan offline, dalam mencari produk-produk yang mereka butuhkan.

Selain kanal penjualan sendiri, KFA juga membangun official store di beberapa marketplace besar di Indonesia, seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Lazada, dan Belanja.com. Kanal penjualan online tersebut berkontribusi pada penjualan produk over the counter (OTC) dan kosmetik.

Pada tahun depan, KFA ingin memperkuat posisinya sebagai ritel farmasi terbesar di Indonesia. Khususnya dalam memberikan before and after sales experience kepada pasien. Layanan ini merupakan hasil integrasi platform online dan offline. Bentuknya berupa aplikasi.

KFA akan menghadirkan aplikasi dengan fitur yang beragam, seperti fitur memanggil dokter, mengantarkan resep, hingga pemeriksaan laboratorium di rumah. “Di sini, juga akan ada integrasi rekam medik pasien yang bisa mempermudah proses penanganan pasien jika berobat di kota berbeda,” kata Syahrial yang tahun ini meraih penghargaan Best Industry Marketing Champion 2019 dari sektor ritel.

Yang pasti, transformasi KFA mampu membuahkan hasil. Pertumbuhan bisnis KFA pada tahun 2018 mencapai  22,77% dengan pangsa pasar 25,53%. “Pertumbuhan rata-rata bisnis apotek sendiri adalah 14% per tahun. Sementara, meski saat ini kontribusi pendapatan masih rendah, laboratorium dan klinik KFA tumbuh lebih dari 50%,” pungkas Syahrial.

 

Related