Demi memberikan pengalaman hiburan bagi masyarakat tunanetra, Think.Web meluncurkan sebuah website khusus yang disebut YouTubeForTheBlind.com. Melalui website ini, Think.Web berharap para tunanetra bisa menikmati audio visual yang baik selayaknya orang biasa saat mengakses konten hiburan.
Ide dasar dari pengembangan website ini adalah memberikan deskripsi tentang silence scenes dalam film atau video yang sedang ditonton. Dengan begitu, penonton tunanetra mendapatkan gambaran yang utuh karena umumnya mereka mengandalkan indera pendengaran saja. Dalam pengembangan website ini, Think.Web bekerja sama dengan pusat layanan dan pelatihan tunanetra Yayasan Mitra Netra.
“Di dalam website ini dapat ditemukan berbagai video yang kami kumpulkan dari YouTube. Selain itu, kami buatkan penjelasan dengan teks pada tiap adegan tanpa dialog dan selanjutnya software text-to-speech atau screen reader akan membacakan text description tadi,” ungkap Ramya Prajna S., Co-Founder Think.Web, dalam peluncuran website YouTubeForTheBlind.com, Rabu (18/3/2015).
Website ini dapat diakses dari komputer atau laptop biasa dan hanya dibutuhkan aplikasi text to speech atau screen reader untuk bisa bekerja dengan baik. Aplikasi ini ada yang telah menjadi aplikasi bawaan dari komputer (default) dan ada pula yang harus dipasang sebagai fitur tambahan.
Ramya menyebutkan saat ini pihaknya tengah mengembangkan user experience dan user interface website ini agar lebih baik lagi. Selain itu, tantangan lainnya adalah pembuatan deskripsi adegan dalam video. “Sebagai tahap awal, pendeskripsian masih dilakukan oleh karyawan Think.Web yang bersedia menjadi relawan. Selanjutnya, kami akan membuka kesempatan ini bagi publik, tentunya dengan kualifikasi yang baik,” tambah Ramya.
Pengembangan website ini juga mendapat sambutan baik dari Yayasan Tuna Netra. Mewakili yayasan ini, Aria Indrawati mengatakan para tunanetra adalah bagian dari masyarakat yang juga butuh bersosialisasi seperti orang lain. Demikian juga dalam hal kebutuhan terhadap pendidikan, pekerjaan, serta hiburan.
“Kami tidak pernah meminta untuk terlahir sebagai tunanetra. Namun, kami bahagia dan tak ada yang perlu disesali. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, saat ini angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari populasi. Tidak banyak yang menyadari bahwa apa yang kami butuhkan adalah berinteraksi dengan orang lain, bersekolah di sekolah-sekolah umum, dan bekerja di kantor seperti orang-orang pada umumnya. Karena inilah lingkungan masyarakat yang nyata,” terang Aria.
Meski menggunakan nama YouTube dalam website-nya, Ramya mengatakan belum bekerja sama secara resmi dengan situs tersebut. “Kami sudah mencoba melakukan komunikasi dengan Google Indonesia, namun belum ada feedback,” ungkap Ramya. Hingga saat ini, sudah ada 30-40 video yang bisa diakses di website YouTubeForTheBlind.com.