Kisah Bos Marco’s Chop Shop Optimalkan Brand Advocacy sebagai Strategi Marketing
Pandemi COVID-19 yang merebak beberapa tahun yang lalu memukul hampir seluruh industri. Bisnis yang bergerak di sektor gaya hidup menjadi salah satu yang sangat terdampak, termasuk pula barbershop.
Marco’s Chop Shop, barbershop premium yang memiliki 15 cabang di Jakarta dan Bali turut merasakan dampak dari wabah. Gerai yang seluruhnya berada di mal-mal besar terpaksa harus tutup selama lima bulan ketika COVID-19 merebak.
BACA JUGA: Perjalanan Captain Barbershop Bangun Customer Experience
Untuk mempertahankan bisnis barbershop selama pandemi memerlukan kreativitas, adaptasi dengan cepat, dan ketahanan. Perusahaan ini pun pada akhirnya turut beradaptasi dengan memberikan layanan home service.
Kendati demikian, usaha yang memberikan jasa dan customer experience ini tidak bisa mendapatkan cukup pemasukan untuk bertahan di kala masa-masa sulit dengan hanya mengandalkan home service. Sehingga Marco’s Chop Shop berusaha mencari sumber pendanaan baru melalui program loyalitas pelanggan.
Berbekal konsistensinya memberikan kepuasan pelanggan dan pengalaman baru yang belum pernah didapatkan, Marco’s Chop Shop mampu melewati masa sulit tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tarhadap 164 pekerjanya. Marketeers mendapatkan kesempatan wawancara secara eksklusif pada 16 Desember 2024 dengan Amrit Harjani, Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Marco’s Chop Shop yang sukses menyelamatkan perusahaan dari ganasnya wabah.
BACA JUGA: Sasar Market Middle-Low, Densetsu Bawa Barbershop Berkonsep FastCut
Uniknya, Amrit melewati masa sulit dengan mengoptimalkan brand advocacy pelanggan sebagai tulang punggung pemasaran. Berikut hasil wawancara dengan pengusaha yang berpengalaman 14 tahun di industri hospitality dan jasa:
Bisa dijelaskan bagaimana ide awal Anda membangun Marco’s Chop Shop?
Jadi sebetulnya latar belakang pendidikan kuliah di perhotelan. Setelah menempuh pendidikan, saya akhirnya bekerja di hotel, kemudian melanjutkan karier dengan bekerja di restoran. Meski begitu, saya tidak terlalu suka dengan kedua bidang tersebut.
Singkat cerita, saya diminta untuk melanjutkan bisnis keluarga yang bergerak di bidang garmen. Selama lima tahun menjalankan usaha keluarga, ternyata tidak membuat saya happy sehingga berpikir untuk mencari peluang lain.
Pada akhirnya saya melihat ada peluang untuk membuka barbershop karena melihat ada gap antara ekspektasi pelanggan dan layanan barbershop yang bisa saya isi. Sejak tahun 2015 saya mulai membuka Marco’s Chop Shop dengan gerai pertamanya di Jakarta.
Marco’s Chop Shop dibuka tahun 2015 dan melewati masa pandemi, bagaimana Anda bisa mempertahankan bisnis?
Pandemi yang berlangsung selama dua tahun merupakan masa-masa terberat buat kami karena harus tutup dalam waktu yang lama. Sedangkan biaya operasional toko kami tetap berjalan dan ditambah dengan gaji karyawan. Sehingga kami memutar otak agar bisa bertahan dengan tidak hanya mengandalkan home service karena hasilnya sangat sedikit untuk mendanai tim.
Ujung-ujungnya, kami harus meminjam uang ke tamu sendiri. Jadi apa yang kami lakukan saat itu? Kami meminjam uang dengan bunga yang sangat tinggi dengan menjual kredit. Skemanya dilakukan dengan menjual kredit kepada pelanggan dengan memberikan benefit produk maupun layanan senilai yang lebih besar. Dengan kata lain kami meminjam fundraising dari para pelanggan.
Apakah cara seperti itu cukup efektif menyelamatkan bisnis?
Cara seperti ini sebenarnya lucu, karena seperti fundraising jadi tamuanya yang meminjamkan uang secara tidak langsung tapi dengan bunga yang tinggi. Meski begitu, banyak yang mau support kami dan sangat efektif mendapatkan uang yang cukup banyak. Hal ini bisa terjadi karena pelanggan sudah percaya dengan brand kami.
Bisa dikatakan strategi itu berdasarkan loyalitas pelanggan, bagaimana Anda membangunnya?
Konsistensi. Kami sangat konsisten dengan servis dan janji-janji yang kami berikan sehingga pelanggan sudah sangat percaya dan loyal. Pada akhirnya mereka mau mengambil keputusan untuk selalu menggunakan produk dan layanan, bahkan membantu dalam waktu kondisi yang sulit. Ini yang menjadi tantangan besar bagi semua pengusaha yaitu memberikan konsistensi.
Untuk menyelamatkan bisnis saat pandemi, Anda mengandalkan advocacy pelanggan. Bagaimana prosesnya mendapatkan brand advocacy dari pelanggan?
Prosesnya pasti sangat-sangat pelan, kalau memang dibandingkan dengan yang terjadi sehari-hari. Misalnya, dalam satu hari ada 10-20 pelanggan ya otomatis batas advocacy pelanggan ada di situ. Jika kami bisa memastikan 100% dari tamu puas ya advocacy hanya 20 orang untuk hari itu.
Kembali lagi itu semua ada di tangan kami, kalau bisa konsisten dan memberikan servis dengan baik maka advocacy-nya akan besar. Kuncinya adalah konsiten.
Untuk memperkuat brand advocacy, apakah Anda memanfaatkan influencer atau KOL?
Jadi kami telah memanfaatkan semua strategi pemasaran mulai dari digital marketing hingga influencer marketing. Dari pengalaman kami, digital marketing sangat efektif mendorong meningkatkan awareness dan penjualan.
Alasannya sederhana, Marco’s Chop Shop menjual servis sehingga harus datang langsung ke tempatnya untuk bisa merasakan servis tersebut. Pada akhirnya kami lebih fokus untuk memanfaatkan strategi word of mouth yang paling efektif. Jika pelanggan telah merasakan kualitas dan pengalaman, pasti mereka akan merekomendasikan Marco’s Chop Shop dengan orang-orang terdekat.