KLHK Sudah Jerat Perdata Perusahaan Pembakar Hutan

marketeers article
Musibah kebakaran hutan dan lahan terus saja berulang di Indonesia. Setiap tahun, musibah ini selalu terjadi. Lemahnya penegakkan hukum dianggap sebagai salah satu penyebabnya.
 
Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani, ada tiga hal yang menjadi fokus Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan dalam menghadapi kebakaran hutan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Riau. Ketiga hal itu, antara lain persoalan kerusakan lahan, sistem tata kelola izin dan pengelolaan lahan gambut, serta faktor cuaca.
 
Roy, sapaan akrab Rasio Ridho Sani, mengatakan, salah satu cara memperbaiki problem menahun tersebut adalah dengan memperkuat ketahanan masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang hidup di sekitar lahan gambut.
 
“Perilaku manusia harus diubah dalam melakukan pendekatan. Kita harus melakukan edukasi ke masyarakat dan mereka harus ditanam kepedulian untuk tidak ikut membakar hutan dan bahaya-bahaya yang akan timbul akibat kebakaran hutan itu,” papar Roy di MarkPlus Center Economy & Business bertema Asap dan Masa Depan Hutan Indonesia di Philip Kotler Thetaer, EightyEight@Kasablanka Lt. 8, Jakarta, Sabtu (31/10/2015).
 
Untuk masalah tata kelola dan izin operasi kelapa sawit di lahan gambut, Roy sepakat untuk melakukan upaya-upaya penegakan hukum yang sangat serius agar kejadian serupa tak terjadi kembali.
 
“Kami menggunakan instrumen hukum yang ada baik UU Perlindungan Hutan, maupun UU Kehutanan. Pencabutan izin usaha, pidana dan perdata harus dikakukan sama-sama,” terangnya.
 
Dia menerangkan, KLH saat ini telah melayangkan gugatan perdata kepada empat belas perusahaan yang telah melakukan pembakaran hutan, dan mengancam keasrian lingkungan dan kenyamanan masyarakat. 
 
Salah satunya, gugatan diajukan di PN Palembang pada Februari 2015 lalu dengan vonis, kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan dan lahan 20.000 hektare sebesar Rp 2,6 triliun, dan biaya pemulihan Rp 5,2 triliun. Kata Roy, perusahaan yang tergugat adalah PT Bumi Mekar Hijau, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP).
 
“Total di PN Palmebang sekira Rp 7,9 triliun. Di PN Jakarta Utara, kami tuntut Rp 460 miliar, dan di PN Jakarta Selatan Rp 1 triliun,” terang Roy.
 
Sedangkan, untuk faktor cuaca, Roy mengatakan fenomena El Nino yang terjadi, membuat kebakaran hutan semakin hebat. Namun, pihaknya meyakinkan bahwa pemerintah sudah berupaya menanggulangi kasus kebakaran hutan tersebut. 
 
Editor: Sigit Kurniawan

    Related

    award
    SPSAwArDS